Monday, September 24, 2012

KISAH SORE INI ; VISUAL PROFESIONAL.

Sejujurnya saya tidak terlalu suka keramaian. Jika pun saya berada dalam keramaian pastilah saya menjadi bagian dari keramaian itu, entah sebagai pemandu acara, penyanyi, panitia atau peran lainya. Selebihnya saya tak suka berada di sebuah event yang hanya jadi penyemarak saja. Tapi lain hal nya jika konser music. Bagi saya, kenyamanan dapat saya temukan ketika saya berjam jam memasuki dunia maya dan berada dalam bangku nyaman saya di rumah persis di balik lemari buku yang sewaktu waktu membantu saya ketika butuh referensi. Kenyamanan bagi saya juga terjadi ketika berlama lama di dalam kamar mandi, menikmati khayalan tingkat internasional yang kerap saya dengung dengung kan dalam benak. Lalu kesenangan pribadi lainnya adalah ketika berlama lama dalam Perpustakaan atau Toko Buku. Selebihnya adalah keluarga dan dunia kerja. Tapi tidak dengan sore ini. Saya harus – mau tak mau, mengikuti ajakan seseorang untuk melakukan pertemuan di pusat keramaian, tepat nya mall. Seseorang – calon klient yang telah panjang lebar melakukan penjelasan melalui pesan singkat dan akhirnya bermuara pada ajakan pertemuan untuk membicarakan konsep detail event yang kelak pemandu acaranya di percayakan pada saya. Tak perlu terlalu lama menunggu, saya pun bertemu dengan sang Klient. Saya memberikan penghargaan tinggi atas kedisiplinan klient saya tersebut. Tak perlu menunggu ber jam jam untuk sebuah kehadiran yang kadang cenderung membosankan. Setelah di sepakati, akhirnya obrolan kami lakukan di sebuah café kecil di dalam mall. Tak jauh pusat Food Court. Penjelasan demi penjelasan dari klient sangat saya simak sekali. Hingga sumber suara memecah keseriusan saya menyimak. “…Maaf, mas berdua mau pesan apa …? “ Pelayan Pria menghampiri. “ … Saya Cappuccino …” ucap saya segera, seolah tak mau berlama lama ada pelayan di antara saya dan klient karena saya tak begitu suka suasana Café dimana kami berada. “… oke, Cappuccino nya dua .” klient saya menambahkan. “…Mau pesan makanan ringannya sekalian, mas ?”, Tanya si pelayan kembali. “ … tidak, terima kasih …” sahut saya segera, tanpa menoleh ke arah si pelayan. “ … kami punya Pisang Keju Sekalian dan Chicken Drum Stick yang lezat, lho …” si pelayan melakukan penjelasan layaknya promosi iklan televisi. Dan di sesi ini saya sudah mulai tidak nyaman, dan sedikit menunjukkan bahasa tubuh yang memang tak nyaman dengan tawaran di pelayan. “… boleh, kami pesan masing masing satu dari apa yang Anda tawarkan.” Ujar Klient saya segera setelah ia melihat bahasa tubuh saya yang tak nyaman dengan promo sang pelayan. “… baik, ada tambahan lainnya, mungkin ?.” Tanya pelayan kemudian sesaat setelah ia mencatat. “ Tidak terima kasih” sahut saya segera seraya melemparkan senyum ala kadarnya sebagai penegas agar si pelayan segera beranjak dari tempat duduk kami. Si Pelayan pun berlalu. Dan klient saya berkata “kamu kasar sama si pelayan”. “hah, saya, kasar…” ucap saya menanggapi. “ bahasa tubuh saya masih jauh lebih baik, lho. Ketimbang kata kata kasar ?” jelas saya kemudian. “ Kata kata mu memang tidak kasar. Tapi bahasa tubuh yang tidak tepat jauh lebih kasar ketimbang sekedar kata kata.” Jelas klient ku singkat sebelum ia melanjutkan penjelasan konsep event ke saya. Dari kejadian tadi. Terkadang saya atau siapapun yang pekerjaannya berhubungan dengan banyak orang, cenderung tidak mengindahkan yang namanya bahasa tubuh. Bukan hanya sekedar sebuah pelengkap, ternyata bahasa tubuh bisa memberi efek besar, bahkan jauh lebih besar di bandingkan kata kata yang keluar dari mulut kita. Klient saya kemudian melanjutkan bahwa bahasa tubuh yang tepat akan sangat mempengaruhi apa yang kita maksud dengan sangat jelas. Karena tidak semua kata kata yang terucap dapat di terima secara gambling layaknya bahasa tubuh yang sudah nampak secara visual. Dilain kesempatan, terkadang kita memang harus bisa menempatkan diri dalam banyak situasi. Saya – yang kerap melakukan beragam aktivitas yang berhadapan dengan orang banyak, tak setiap saat bisa mengendalikan diri dan pembawaan. Kadang bersinggungan dengan banyak orang kerap membuat kita salah menempatkan pembawaan hingga tak sedikit yang salah arti. Dan uniknya tak semua orang orang pintar dan merasa senior di tempat kerja atau bidang pekerjaannya mampu mensiasati diri dalam pembawaan, bahasa tubuh dan kata kata. Terkadang ada yang bahasa tubuhnya datar tapi kata kata yang keluar dari mulutnya sangat pedas. Tapi ada yang kata kata terlontar sangat biasa tapi bahasa tubuh yang cenderung merendahkan. Ini semua bisa jadi lemahnya pemahaman Anger Management atau Management Emosi. Seorang DIVA POP International – Madonna, mengungkapkan dalam buku biography nya, bahwa ; … Profesi apapun di dunia ini jika berhadapan dengan khlayak ramai/public hendaknya mampu mengontrol diri dan emosinya agar tidak terlihat yang sebenarnya. Bahkan Madonna menjelaskan bahwa sebagai pribadi di larang keras untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi baik melalui kata kata maupun melalui bahasa tubuh pada semua orang terutama pada orang orang yang tidak menyukai anda. Nah, kemudian saya jadi teringat ketika saya harus bersumringah di tengah keramaian meski sebenarnya saya lagi tidak suka beramah tamah. Pernah pula saya harus memperlihatkan bahasa tubuh antusias meski sebenarnya saya sedang tidak antusias sama sekali. Begitu pula kadang ketika membawakan acara, saya di tuntut untuk ‘tune in’ atau ‘nge-bland’ dengan konsep acara tak perduli apapun yang terjadi pada diri saya pribadi. Meski sedang sedih, berusahalah tertawa dan cheer up ketika berada di depan orang banyak atau di panggung. Ketika sedang ada masalah besar melanda pada diri atau keluarga, berupayalah sekuat mungkin untuk menunjukkan bahwa tidak terjadi apapun yang buruk dengan kita. Dan mengontrol kalimat yang terucap, menunjukkan bahasa tubuh serta bersikap seolah semua baik baik saja ketika berada di depan banyak orang adalah salah satu sikap professional yang harus di miliki oleh siapapun yang bekerja di depan umum. Sama hal nya yang saya lakukan di Sore ini, ber pura pura menikmati keramaian dan hiruk pikuknya Café, Food Court dan pusat perbelanjaan meski sebenarnya saya tidak nyaman sekali berada di tengah itu semua. Tapi setidaknya Job MC terdampar pada saya setelah pembicaraan konsep tersepakati. Alhamdulilah.

No comments:

Post a Comment