Wednesday, December 22, 2010

RENUNGAN DIRI DALAM SEBUAH REFLEKSI.


Lama tak menulis.  Sama halnya lama menunggu sesuatu yang tak kunjung datang. Dan kadang semuanya harus di ikhlaskan. Sama halnya mengikhlaskan sebuah barang kesayangangan yang lepas dari genggaman. 
Teman,  jika saya diam, bukan berarti saya tak mau merespon segala yang kalian katakan.  Karena tak semua yang kalian ucap itu butuh segera  tanggapan.  Meski kadang nampak penting untuk di tanggapi, tapi ternyata tak begitu menyita  jiwa.

Beberapa minggu belakangan, saya mendapatkan banyak pengalaman baru, melakukan hal – hal baru, menemui dan berbincang dengan sosok baru yang singgah dalam lembaran hidup saya.  Kemudian ada juga banyak hal yang menjadikan diri ini sadar betapa  pentingnya saya bersyukur dengan segala yang saya dapati saat ini.  Diri sendiri ini – dengan banyak keterbatasan tapi tetap maksimal dalam upaya menjadikan diri lebih baik, Keluarga yang mendukung sepenuh jiwa, sahabat – sahabat yang selalu ada di kala suka  maupun duka, meski kadang tak semua sosok  begitu.

Saya hanya menunggu.

Menunggu atas apa yang saya upayakan dengan keras dan limpahan puja puji pada sang Pencipta.
Lalu ada pula yang mengupayakan dengan keras untuk menanggapi segala yang saya upayakan tersebut dengan beragam tanggapan.  Dan lagi – lagi saya tak berminat menanggapi balik. Bagi saya tanggapan mereka – terutama yang negative, adalah sesuatu yang tanpa mereka sadari adalah mencirikan diri mereka sendiri.  Entah dari mana asalnya.  Segala yang mereka utarakan, seolah mereka adalah manusia terbaik dari semua yang terbaik di dunia ini.  Seolah mereka adalah sosok yang sangat memiliki andil besar dalam banyak sebuah pencapaian yang mereka torehkan  dalam upaya sendiri atau bersama.  Terlebih mereka tak tahu jika yang mereka tanggapi secara negative itu adalah orang yang dahulu banyak memberi mereka masukan positive.  Bak Kacang Lupa Kulit. Berasa berjalan diatas awan tanpa perlu penopang sama sekali.
Entah dari mana pula kadang kekuatan ini datang.  Ketika ucapan – ucapan serta termasuk didalamnya beragam pembahasan mengemuka dalam banyak wacana, saya hanya bisa diam.  Biarkan mereka bereaksi atas apa yang ingin mereka lakoni.  Tak perlu saya bertanya balik atau bahkan murka atas apa yang mereka utarakan. Tak ada gunanya.  Yang saya tahu adalah bahwa saya melakukan apa yang kelak bisa saya jadikan pegangan terbaik bagi kehidupan saya bersama keluarga.  Karena sejauh ini,  tak ada seorang pun yang paham bagaimana bentuk nyata dari beragam usaha yang saya lakukan selain keluarga saya.  Itu pula mengapa saya tak pernah menghiraukan ocehan mereka – mereka.  Sekali lagi. Biarkanlah saja.!

Dan hari hari belakangan, begitu indah.  Saya mendapati diri dalam sebuah kegiatan – kegiatan baru, bertemu dengan sosok – sosok muda yang lebih tangguh dari yang sebelumnya saya tahu.  Sosok yang kemudian bisa jadi cermin buat saya.  Kegiatan sebagai pengajar, memberikan saya banyak warna akan jiwa muda masa kini, ada  sosok tangguh, sosok pemalu, hingga yang sangat bersemangat.  Segalanya menjadi satu kesatuan dalam beragam kegiatan pendamping lainnya yang mengisi hari – hari saya.  Jadi Ayah dari tiga buah hati yang selalu menyemangati, jadi Suami dari sosok wanita lembut nan super sabar, jadi Anak dari orang tua dan keluarga yang selalu membela dalam segala hal yang saya perbuat, Jadi Kakak dari adik – adik yang memahami keterbatasan kakak nya, Jadi  sahabat dan pendengar yang baik dari beragam keluhan dan suka cita yang dirasakan oleh pihak lain,  jadi klient yang siap memberikan yang terbaik dari kemampuan yang dimiliki diri ini,  jadi guru bagi banyak murid yang sedikit banyak memberi saya inspirasi dalam jiwa muda ini, menjadi pria penghibur dalam sebuah pertunjukkan gegap gempita yang kadang saya tak tahu kapan usai nya, jadi pekerja – buruh Negara, yang siap melayani massa dengan semaksimal yang saya bisa.
Lantas, apa lagi yang mesti saya sesali ?

Beragam nikmat dan kemudahan serta beruntun keindahan yang berdampingan dengan  banyaknya masalah hidup, menjadikan saya sosok yang sedikit lebih baik dari sebelumnya. Dan segalanya belum usai, seiring banyaknya cita yang tertoreh untuk menjadi sebuah pencapaian nyata di lembaran hari dalam kehidupan saya nanti.

Thursday, November 4, 2010

KATA KATA SAMPAH.




Kita, - setiap manusia, memiliki Konsekuensi dari Kebebasan yang di berikan oleh Tuhan.  Itulah mengapa kita berbeda. Tak ada yang sama.  Bahkan persis sama. Kembar sekalipun adanya.  

Manusia sering terperangkap bahwa yang indah adalah persamaan.  Sama menyukai akan bidang tertentu,  sama menyukai benda idaman, sama pemikiran, sama pandangan, dan lain sebagainya.  Tapi kita – manusia, lupa bahwa persamaan – persamaan itu adalah penjara.   Penjara untuk kita bisa merdeka dari beragam pemikiran sesaat yang belum tentu kita dapat lihat  lebih dekat.  

Terkadang apa yang kita sukai belum tentu pula sesuatu yang mengindahkan kita kelak.  Tapi  ternyata masih banyak juga diantara kita menganggap bahwa perbedaan adalah sesuatu yang menyakitkan.  Beda pandangan, beda selera makan, beda selera musik dan haluan, beda partai, beda pemikiran akan kehidupan, dan beda – beda yang lainnya.  Tapi bukankah semua di dunia ini beda.?. 

Itulah mengapa selanjutnya kita terkungkung dalam dunia ceremonial yang tak pernah habis habisnya di lakoni oleh umat sepanjag hayat.  Kita selalu kesal jika ada yang beda pemikiran.  Kita berupaya untuk menjauhi  mereka yang kita anggap tidak membawa kenyamanan dalam kehidupan kita. Padahal bukankah kenyamanan itu bersifat tak kekal. Tak ada yang selamanya membawa kenyamanan meski telah kita selami sejak awal kehidupan.?.  Bahkan yang saya tahu Indonesia itu Negara Demokratis ?, tapi mengapa kebebasan berpendapat  kerap di salah arti kan sebagai sebuah sikap permusuhan ? .
Lalu terkadang banyak umpatan – umpatan, sumpah serapah yang mengalir dengan derasnya bak gelombang Tsunami yang tak terbendung dan terjadi paling dahsyat dari Tsunami manapun  yang pernah terjadi di belahan bumi.  

 Kata – kata yang terkadang tak pernah terpikirkan akan membawa pada bentuk kesenjangan bagi ia yang berujar.  Kata – kata yang mengarah pada kewajiban seseorang akan sebuah tantangan masa depan yang impulsif.  Beberapa cendrung bangga dengan perbuatan sampah nya dengan mengungkapkan kekesalan akan kebahagiaan orang lain.  Beberapa juga senang bergunjing membicarakan  seseorang yang padahal dulu pernah bersamanya atau mungkin membayarinya makan untuk kedamaian pertunya kala itu.  Beberapa lagi kemudian menghindar untuk bertemu langsung pada mereka yang dianggap beda.

Pernahkah kita semua berfikir bahwa sebenarnya sayap kiri dan kanan seekor burung itu berbeda. Jumlah  bulu sayap kanan dan kiri berbeda, kepakan sayap di satu masa ketika berkelana pun berbeda arah metrisnya.  Lantas, kemudian lahir haluan kiri dan kanan pada gerombolan manusia yang mengkotakkan diri dalam keterbatasan pikiran.  Haluan kiri yang cendrung mengkonfrontasi keputusan mereka yang di anggap tak lebih baik. Menghasut mereka untuk berkonspirasi menjauhi atau memusuhi orang lain yang belum tentu keabsahannya.  Lantas ada pula yang kemudian berfikir bisa menghentikan gerak langkah seseorang dengan tajamnya hasut yang mereka sebar bak benih di padang gersang.  Celakanya ada banyak umat bodoh yang terjerembab dalam ladang jeratan tak berpenghuni yag katanya itu semua sesuatu yang pasti meski berhalusinasi.

Oh, kawan.. jika kalian berfikir bahwa gerak langkah bisa di arahkan  oleh hasutan dan deraan tangan kalian, buat apa ada Tuhan. ?.  Jika kalian berfikir tak bersama kalian adalah kenestapaan buat apa ada keluarga dan Tuhan ?.  Begitupun jika Tuhan mendengar  dan melihat kalian, masihkah kita sanksi akan kekuasaannya ?.  Jika sesuatu tak pernah kalian pertanyakan buat apa hidup di jaman sekarang ?. apakah hidup hanya di isi dengan hura – hura lalu mendera dan mencerca mereka yang kalian anggap beda.  Tak kalian fikir kah, bahwa para pemimpin besar dan pemikir hebat di masa lampau dan masa depan lahir dari gerakan dan gebrakan yang dianggap aneh dan beda dari manusia lainnya ?.  Masihkah sesuatu yang salah dan kemudian kontroversi menjadi sesuatu yang aneh bagi kalian ?.  

Saatnya  melihat.

Melihat kata – kata sampah yang pernah saya utarakan untuk diri saya.
Melihat bahwa masih banyak yang tak penting untuk di tanggapi karena tak sama sekali menguntungkan dan menghasilkan uang.  Mereka yang bicara hanya mampu berbicara.  Tak lebih.  Tak lebih menenangkan ketika kalian terperosok dalam lubang pergolakan hidup.  Tak pernah ada pertolongan atau bahkan senyum suka cita sebagai sesama manusia tatkala jeritan hidup menghimpit.  Tak ada sentuhan lembut menenangkan ketika air mata menitik akibat rasa yang tak lagi menata. Masih layakkah di sebut ; teman, sahabat, atau kerabat bagi mereka yang mengotori diri dengan kata kata sampah.?.  kesal dengan kebahagiaan dan bahagia dengan kenestapaan ?.  Teman kumpul di kala suka itu biasa.  Teman kumpul di kala duka itu Luar Biasa. Dan itu juga kian Langka.


Wednesday, October 27, 2010

KINI, MASIH ADAKAH SEMANGAT SUMPAH PEMUDA ITU ?


Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.


 ............................

Demikianlah kutipan isi dari teks Sumpah Pemuda yang telah di sempurnakan menurut bahasa Ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.  SebuahRumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.
 
Sumpah Pemuda, merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan, oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28 oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia, proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudia mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi Mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Orang Indonesia Asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.


Jika dilihat dari  derap semangad para Pemuda waktu itu, tentulah sangat patut untuk kita hargai sebagai sebuah perjuangan yang tak mudah.  Di antara banyaknya halangan serta beragam keterbatasan yang di alami para Pemuda kala itu tentu membuat kita harus bercermin.  Melihat bahwa apakah semangat kala itu masih ada di antara kita, masihkah pemuda   -  layak di sebut Generasi Penerus Bangsa ini. ? .


Perkembangan kehidupan yang terus menerus bergerak kearah modern, tentu adalah bagian dari sebuah perjuangan.  Perjuangan untuk dapat terus berdiri dalam koridor yang benar tatkala banyaknya hantaman pengaruh dari luar.  Kehidupan yang kita miliki dan nikmati saat ini bukanlah perkara hanya sekedar hidup.  Bahwa hidup yang kita jalani adalah sebuah karunia dan bagian dari perjuangan panjang dari para pendahulu kita sebelumnya.  Sebuah kekuatan tekad yang tak mudah untuk di halau apapun untuk mendapat yang terbaik.

Kini, berpuluh puluh tahun sejak Semangat Sumpah Pemuda tersebut, kita juga masih merasakan ada banyak halangan dan rintangan yang kita dapati dalam beraktivitas sebagai Pemuda.  Pemuda, sebagaimana para generasi terdahulu pernah mengatakan  bahwa, Pemuda adalah Generasi Penerus negeri ini.  Generasi yang di harapkan dapat memberi kontribusi aktif ke arah yang positif.  Tapi kini, di tahun ini, masih juga ada pemuda yang hanya sosok semata.  Sosok muda tapi tak layak di sebut muda.  Sosok muda yang hanya menghabiskan waktu dengan berleha leha , terlena dengan fasilitas orang tua yang berharta,  lalu menghabiskan waktu berhari hari dengan bersenda gurau semata tanpa ada karya yang dapat ia torehkan sebagai sebuah prestasi.  Pemuda yang mengikuti jejak dunia barat yang hedonisme. Pemuda yang gemar beradu otot dari pada berfikir dengan akal sehat. Pemuda yang suka menyalahgunakan obat - obatan lalu melakukan hubungan intim layaknya film bebas sensor tanpa busana dari luar sana.  Banyak para Pemuda tersohor negeri ini yang kemudian memberikan contoh yang tak arif sebagai public figure.  meski Public Figur juga manusia - yang bisa buat salah dan dosa,  tapi mestinya gelar ' Public Figure' yang di sandang bisa membuat ia menjaga laku dan wataknya untuk jadi pribadi yang lebih baik dan layak di sebut  'Panutan'.  


Selain itu,  Peringatan Sumpah Pemuda tahun 2010 ini juga di warnai oleh beragam hal yang menggores hati hingga tak terperi.  Beragam ujian kehidupan mendera.  Beragam bencana melanda di beragam wilayah.  Tangisan terpekik dari mereka yang kehilangan akan banyak hal.  Anak yang terpisah dari keluarga dan orang tua.  Beragam aset penting Negeri ini yang semula adalah Sumber Alam yang terbaik yang Indonesia miliki harus  rusak oleh perilaku liar para pencari harta benda untuk membesarkan perut mereka semata, Lalu ada pula aset bangsa yang hilang karena di klaim sebagai miliki orang lain karena lupanya bangsa kita akan harta lama  yang berharga tersebut.  Terlenanya Pemuda Indonesia  akan budaya barat lantas melupakan budaya asli negeri ini.  Pemuda lebih  cendrung menyukai tarian barat di banding jaipongan, dan gerak seni  asli indonesia lainnya.  Lalu lebih mengelu - elu kan para pelaku seni luar negeri yang berbusana super minim, di banding para pelaku seni indonesia yang berjiwa luhur dengan beragam filosofi yang dimiliki.



Benarkah kita mengalami degradasi ?.  Benarkah pemuda kita layak di sebut  penerus  bangsa yang baik ?.. Lalu bagaimana pula kehadiran para pemimpin yang tak banyak memberi contoh baik, dengan perilaku tak adil, tak tegas, korupsi, kolusi dan nepotisme yang di tunjukkan dalam dunia kepemimpinannya.  Patutkah mereka di tiru ?.  Lalu benarkah para pemuda kini  telah terlena.?


Bisa jadi demikian,  meski saya mengakui masih ada sebagain besar lainnya yang juga patut di banggakan sebagai bagian dari negeri ini.  Ada banyak juga Generasi muda yang menoreh prestasi membanggakan hingga ke dunia International.  Banyak Pemuda yang kemudian memberikan inspirasi positive  dengan segala semangat dan kegigihannya untuk dapat terus berkarya.  Masih ada pula kearifan lokal yang perlu di junjung sebagai bagian dari  ciri khas bangsa ini di kancah dunia.  Jika begini,  masihkah semangat sumpah pemuda yang dahulu membahana dapat kita amini sebagai sebuah semangat yang juga harus kita teruskan.  Sebuah semangat yang membawa kita kedalam perjuangan  untuk jadi lebih baik dari hari ke hari. Sebuah Sumpah untuk menjadi pribadi dan bangsa yang berdikari dengan segala keindahan dan kekayaan lokal yang tak ada tandingannya.  Ataukah kita rela kemudian segalanya menjadi sampah ?. Sampah yang indah untuk kemudian kita kenang bahwa dulu pernah ada keindahan yang kita miliki.?.  Semoga tak terjadi .

Monday, October 25, 2010

DOSEN DAN MAHASISWA COPY PASTE.

APA KABAR DUNIA ?!

Semoga Dunia masih dalam bentuk bulat meski katanya mengalami pergeseran dalam bentukan isi nya.
Sama hal nya dengan semangat ku Siang hingga malam ini masih berkutat di dunia mahasiswa.  Bukan sebagai mahasiswa - meski sebenarnya masih ingin.  Tapi sebagai seseorang yang di beri kepercayaan untuk mengajar.  Mengajar apa yang sesuai dengan bidang yang saya sukai ;  Komunikasi dan Public Speaking.

Sejak 3 tahun lalu, saya mulai menuliskan - mengajar, dalam daftar riwayat hidup saya.  Sebuah profesi yang selalu mengingatkan saya pada sosok almarhumah Ibu saya yang dahulu sebagai Guru Sekolah Dasar samping rumah.  Bisa jadi keinginan saya mengajar terbentuk ketika saya melihat sosok Ibu saya setiap saat.  Waktu itu rumah yang saya tinggali bersama Ibu berdekatan dengan sekolah dimana Ibu mengajar.  Jadi hampir setiap saat saya bisa mengawasi gerak gerik ibu saya dari jendela rumah.  Saya menyukai cara Ibu saya mengajar.  Sosok yang mengayomi tetapi tegas dalam beberapa hal yang dianggapnya prinsip. Yang kemudian saya  copy paste dalam diri saya.

Dan jadilah saya kini.
Seseorang yang mencoba peruntungan lain selain dunia menyanyi, penyiar, pembawa acara atau seorang spoke person.  Mengajar bagi saya tidaklah mudah, tapi tidak juga sulit.  Karena Mengajar bagi saya adalah Seni.  Seni menyampaikan apa yang kita anggap perlu di sampaikan.  Seni memberi informasi secara akurat sesuai dengan zaman.  Seni untuk mengetahui personal dari siswa atau mahasiswa yang dihadapi.  Bahkan seni menikmati kepuasan dan kesenangan dari keberhasilan saya mengajar, jika di lihat dari sejauh apa pemahaman para siswa ajar dan penerapan yang mereka lakukan.

Seringkali saya mengalami ketakutan ketika memulai sebuah materi baru atau kelas baru.  Sama halnya dengan yang saya rasakan sore ini.  Sebenarnya mengajar tentang  Komunikasi dan Public Speaking telah saya mulai sejak 3 tahun lalu,  tapi terkadang rasa was was itu tetap saja muncul.  Tapi itu masih manusiawilah. Bukankah rasa Gugup adalah sensasi luar biasa ditengah kekuatan yang sebenarnya kita punya.?. 
Baik.  Sore ini saya mengajar lagi setelah semester lalu break karena tugas kantor keluar kota yang harus di jalani.  Dan semester ini saya menjumpai murid yang berbeda di kelas yang juga berbeda.  Dan tentu saya harus melakukan pendekatan dari awal.  Membina hubungan baik agar mahasiswa merasa sedikit nyaman terhadap kehadiran saya yang nampak menyeramkan (mungkin).  Karena jika menghadapi mahasiswa, saya selalu mengingat tentang apa yang pernah saya alami dulu. 

Ada beberapa Dosen di tempat saya berkuliah dulu, yang menurut saya tidak semestinya mengajar di  mata pelajaran yang ia sampaikan.  Atau bahkan sang dosen menyampaikan sesuatu yang sebenarnya ia tak menguasainya secara valid.  Atau juga bisa jadi ada dosen - dosen yang menganggap dirinya paling bisa sehingga mahasiswa harus (wajib) mengikuti apa yang ia titahkan dalam materi ajarannya.  Dan jika ada mahasiswa yang berlainan arah atau malah menggugah dengan pertanyaan yang menyudutkan, maka  jangan harap Mahasiswa mendapatkan perlakukan atau nilai baik bahkan berimbas pada IPK sang mahasiswa kelak. Dan saya tak mau jadi bagian copy paste sikap dosen saya terdahulu.

Dunia pendidikan di Indonesia belumnya sampai pada taraf membanggakan.  Meski ada beberapa  sekolah atau kampus yang  bisa di bilang baik dalam penerapan sistem pengajaran atau sistem kurikulum pembelajaran.  Tapi tetap saja hal - hal tak lazim kemudian bertandang dalam kehidupan belajar mengajar. 
Saya masih ingat dengan beberapa dosen yang menurut saya terlalu mendominasi perkembangan mahasiswanya.  Ada dosen yang kerjanya hanya memberi tugas rangkuman sebanyak banyaknya tanpa pernah ia periksa kebenaran dari rangkuman mahasiswa tersebut.  Ada pula dosen yang dengan semena mena dengan mahasiswa yang dianggap tak sehaluan atau bersahabat dengan nya sebagai dosen.  Masih adanya pandangan " Say Dosen, Kamu Mahasiswa,  jadi kamu harus ikuti dan turut apa yang saya katakan, karena saya Dosen kamu.!!.."   pandangan seperti itulah yang kadang membatasi ruang gerak idealisme dan kreativitas mahasiswa.  Terlebih jika hukuman yang di terapkan oleh dosen dosen yang tak menyukai beberapa indiidu mahasiswanya tidaklah manusiawi dan masuk akal.  Banyak contoh aneh yang kerap saya simak di Televisi. Apa ia, Dosen itu lebih pintar dari Mahasiswanya ?  Tak selalu.

Tapi sebenarnya dosen idela pun tak ada ukuran bakunya.  Karena terkadang dosen idel belum lah tentu sesuai dengan tuntutan kurikulum yang di buat negeri ini.  Karenanya sangat sedikit Dosen yang mengemas sistem belajar nya menarik minat mahasiswa untuk  sedikit lebih kreatif dari biasanya.  Contohnya ketika di berikan tugas untuk membuat sebuah karya tulis.  Banyak dari para Dosen yang sebenarnya tidak membaca secara detail isi dari karya tulis tersebut.  Atau malah ada juga mahasiswa yang hanya copy paste dari hasil browsing internet.  Inilah dampak modernitas.  Mahasiswa kian mudahnya mendapatkan konten dari beragam sumber.  Tapi lemahnya mahasiswa hanya tinggal cpy paste tanpa perlu banyak berfikir tentang benar atau tidaknya apa yang mereka copy paste tersebut.  Lantas masih layakkah di sebut mahasiswa jika tugas harian dari dosen hanya tinggal copy paste dari hasil browsing internet ?.  dimana letak daya pikir dan opini sakral pada mahasiswa yang terkanal tajam dan beda dari sekedar anak Sekolah Dasar.?.

Sunday, October 24, 2010

BAHAGIAKU TAK MERUGIKANMU.

APA KABAR DUNIA ..??!!

Sore yang indah.  Sekaligus Sore yang melelahkan. Seharian di minggu yang panjang dengan beragam kegiatan sejak pagi hingga sore hari.  Belum lagi di tambah sampai malam.  Kegiatan di akhir pekan sebagai upaya penambah uang jajan bagi anak anak ku.  Karena jika hanya mengandalkan gaji  kantor tidaklah cukup untuk keperluan lain yang juga tak kalah penting dari sekedar kebutuhan pangan.

Seharian minggu,  seperti biasa menyanyi dan menjadi pembawa acara pernikahan adalah hal yang selalu saya alami.  Tak ada yang berat bagi saya pekerjaan seperti itu selain memang hobby adalah kebutuhan lain yang membuat semangat melonjak berlipat lipat ketika menerima tawaran tampil.

Terkadang, beban hidup ini tidaklah sesulit yang kita bayangkan atau yang kita hadapi.  Saya pribadi selalu menganggap semua yang hadir di kehidupan saya  sebagai bagian dari bumbu penyedap yang bisa jadi akan menguatkan lidah pengecap rasa saya dalam jalan hidup kedepan kelak.  Kritikan tajam dan saran yang bersifat membangun adalah sebuah upaya untuk  saya mengintrospeksi diri.  Tapi bukanlah hal mudah ketika banyak hal yang tak mengenakkan singgah di beberapa waktu dalam kegiatan harian  saya.   Kadang beragam kalimat yang secara frontal di tujukan pada saya menjadikan saya sadar bahwa tidaklah semua orang  turut bahagia pada apa yang saya rasakan tatkala kebahagiaan itu ingin saya bagikan.  Karena banyak pula di antara mereka yang ternyata telah dekat dengan saya dan saya anggap sebagai bagian dari keluarga malah memberi tanggapan negative bahkan keluar dari koridor yang seharusnya mereka berpendapat. 

Kadang apa yang mereka fikirkan adalah bagian dari upaya mereka yang tak suka dengan apa yang saya peroleh atau yang saya alami.  Ternyata belum tentu semua senang ketika kita sedang senang.  Tak semua orang - orang terdekat saya bisa turut berbahagia ketika kebahagiaan itu sedang saya rasakan.  Bisa jadi rasa tak suka atau susah yang mereka rasakan ketika saya bahagia itu ada.  Beberapa bisa jadi merasakan kesal dan tak menyetujui cara bahagia yang saya tempuh sehingga mesti mengabarkannya kepada seisi bumi.  Layaknya mereka Tuhan yang mampu memvonis baik dan buruk yang ada dalam hidup saya.  Sepertinya mereka punya kuasa penuh terhadap apa yang baik dan tidak, apa yang berdosa dan tak berdosa.  Itukah tugas mereka.?  Itukah yang pantas di sebut saudara ?  yang semsetinya saling supports dan mengingatkan.  Lalu dimana mereka ketika saya terpuruk ?. Dimana mereka ketika saya merasa di timpa beragam problematika yang pelik dalam hidup ini ?. Apakah mereka ada saat itu ?. apakah mereka mengulurkan tangan untuk membantu saya yang terpuruk dan gamang kala itu ?. Apakah mereka memberi saya tampat bersandar dan keteduhan kala saya ingin menangis di sela rapuhnya hati ?. Atau apakah mereka membari saya lembaran rupiah untuk saya membeli sesuap nasi ketika saya terpojok oleh persoalan keuangan.?. Tidak sama sekali.  Tidak ada yang perduli ketika saya atau kalian senang.  Tidak ada hal yang terbaik yang terjadi ketika kesusahan mendera. Selain usaha  kita sendiri untuk bangkit sendiri.  Bangkit dengan kekuatan yang tersisa.  Bangkit dengan kepercayaan diri yang tinggal setetes akibat dapukan bumi yang mengguncang.  Lalu pantaskah kita mendengarkan ucapan miring dengan nada menyindir yang mereka lontarkan ketika kita berbahagia atas hasil usaha yang kita lakukan sendiri tanpa bantuan dan mengganggu hidup mereka ?.  Tidak.  Karena apa yang kita dapat  - selama itu usaha kita sendiri dan tidak mengandalkan atau merugikan orang lain, maka Pantas lah kita Berbahagia.  Dan Kebahagiaan itu tidak lah mengganggu mereka.  Tidak membuat mereka meninggal dalam waktu dekat,  Tidak mengganggu periuk nasi penghasilan hidup mereka.  Jadi mengapa di pusingkan.  Sayalah tuan terhadap diri dan hidup saya.  Bukan Mereka.!

Thursday, October 21, 2010

SLAMET RIYADI

Dunia remaja datang dengan begitu indahnya.  Setidaknya saya  punya dunia baru ketika masuk Sekolah Menengah Pertama.  Sebuah dunia yang menyita perhatian saya sangat dominan di banding kekesalan saya akan perpisahan kedua orang tua.  Meski kala itu,  masa SMP saya habiskan di rumah uak - Kakak nya Ibu, di desa Tulung Buyut, Kecamatan Sungkai Utara , Kabupaten Lampung Utara.  Banyak kesenangan yang saya dapatkan.  Keluarga Uak yang saat itu saya tinggali sangat mendidik dan mengarahkan saya kearah yang jauh lebih baik dari sebelumnya.  Saya percaya bahwa masa remaja yang saya alami di bawah tuntunan Uak saya tersebutlah yang  membuat saya menjadi pribadi yang dewasa. 

Masa masa SMP yang indah sangat mendominasi pertumbuhan saya.  meski dari rumah uak ke sekolahan harus berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer tapi segalanya jadi indah.  Ada kebersamaan dengan rekan rekan yang juga mensupports satu sama lain.  Kebayakan dari kami yang bersuku Ogan Komering Ulu dan Lampung cendrung menyindir teman dengan ejekan yang berirama. Layaknya sebuah pantun yang di lontarkan untuk menghina atau mengejek kelakukan buruk teman.  Terkadang celaan itu malah menjadikan hiburan tersendiri semasa berangkat maupun sepulang sekolah.


Masa SMP juga saya manfaatkan dengan menikmati ekstra kulikuler yang setidaknya bisa menghabiskan setengah waktu luang saya selain bermain ke kebuh Uak yang luas.  Saya sangat lemah sekali di pelajaran hitungan.  Matematika adalah pelajaran menakutkan bagi saya sejak di bangku Sekolah Dasar.  Tapi ada pelajaran yang membuat semnagad saya selalu bergejolak ketika memulainya, ;     Kesenian.

Seorang Guru berperawakan kecil tinggi berambut keriting tapi tak lebat, selalu  membuat saya antusias berlama lama memandangi kepiawaiannya.  Ia memulai pelajaran kesenian dengan mengajak murid murid bernyanyi lagu lagu terbaru yang pada umumnya di sukai oleh seisi kelas.  Barulah ia memulai dengan menjelaskan teori not not angka dan balok, yang padahal ada unsur itung itungan layaknya matematika.  Tapi saya selalu terperangah kagum ketika not not itu di terjemahkan dalam  jentikan jari jemari yang menghasilkan alunan melodi yang luar baisa indahnya. Sempat saya terpaku dan kemudian tak sadar menitikkan air mata ketika mendengar guru kesenian saya mendentingkan beberapa bait melodi lagu  'Syukur'... Alamak...indahnya.


Slamet Riyadi.
Itulah nama Guru Kesenian ku yang jika bicara logat jawa medoknya terangkum indah dengan teori seni yang menggoda.  Kekagumanku selalu bertambah pada beliau ketika ia telah begitu elegannya memainkan not not pada piano kecil di Laboratorium Musik di sekolah kami.  Setiap pelajaran musik, saya selalu ada di barisan depan  bersama teman teman yang juga antusias seperti saya. Hingga tibalah satu hari yang kemudian membuat saya memiliki andil untuk turut membanggakan Sekolah.


" Selamat Siang anak - anak .."  Ucap Pak Slamet memulai kelasnya.
" Hari ini, saya akan mencari satu di antara kalian yang mampu menyanyikan sebuah lagu berjudul 'Tanah Airku' dan akan mewakili sekolah kita untuk berlomba pada ajang  Festival Lagu Nasional tingkat Kabupaten.
jadilah satu persatu kami di test di depan kelas.  Lagu tersebut memang tidak asing.  Kami satu sekolah telah di perdengarkan bahkan mempelajari lagu tersebut sebelumnya.
Setelah beberapa teman sekelas mencobanya termasuk saya.  Pak Slamet kemudian berucap  ..." Memang belum ada yang mendekati baik, tapi ada beberapa orang yang akan  saya latih agar mencapai taraf lebih baik lagi.."  sungguh bijak ucapan pak Slamet.
" Baik saya minta ...pada ...Sherly, Rima, Dana, Andri dan Indra , untuk ke Lab. Seni sepulang sekolah siang ini.."       Astaga... nama saya ada diantaranya.


***

Sepulang sekolah, seperti yang tadi di umumkan di depan kelas, saya dan beberapa teman bergerak menuju Lab seni.  dan pak Slamet telah mempersiapkan segalanya.  ia langsung mempersilakan kami duduk dan kemudian mendengarkan teori bernyanyi yang segera di transfernya pada kami melalui beragam contoh.  Ia juga mempersilakan kami menyanyi satu persatu, dan satu persatu pula ia perbaiki.  termasuk saya yang memiliki kekurangan disana sini.
" Kalian punya  dasar suara yang baik..." ucap pak Slamet menyemangati kami
" Tapi  kalian belum tahu bagaimana mengolah suara baik kalian itu menjadi sesuatu yang mempesona." lanjutnya kemudian.
Jadilah beberapa menit selanjutnya, pak Slamet menerangkan tehnik  bernyanyi yang menururtnya lebih baik dari yang kami miliki. Saya dan teman - teman terperangah bukan kepalang dengan teori teori bernyanyi yang ternyata tak mudah untuk di terapkan.  Nafas Diafragma, Freshing, Dinamika, Intonasi, Improvisasi.  Semua hal tentang bernyanyi.  Saya juga baru tahu ternyata menyanyi ada tehniknya.

Sejak itulah,  saya dan teman - teman selalu bersemangat  berlatih.  Terlebih pak Slamet menjanjikan akan memilih satu dianatara kami semua di minggu kedua setelah kami di lihat perubahan dalam bernyanyi setiap harinya.  Ya Tuhan... betapa baiknya pak Slamet yang meu menstransfer ilmu bernyanyi yang ia ketahui pada kami anak anak kampung yang hanya mengerti bermain dan berteriak terik dengan nada nada berantakan tapi kami anggap sudah sangat merdu alang kepalang.   Sejak itu pula saya bertekad harus mempu lebih baik lagi.  Harus ada senyum bangga di wajah pak Slamet pada saya atas ilmu yang telah ia berikan.  Dan penerapan nya akan saya laksanakan setiap sore di atas pohon di  kebun Uak.

Wednesday, October 20, 2010

AYAH KU, BUKAN AYAH MU.

..............
" Nak, Ayah tidak punya pengalaman menjadi Ayah sebelumnya. 
Jadi, Jika ada yang kamu tidak suka pada Ayah, Katakanlah ...
Karena Ayah akan Sangat senang mendengarkannya."

.............

Penggalan kalimat tersebut selalu saya lontar kan pada anak - anak saya.  Untuk mengingatkan bahwa mereka punya hak untuk protes, punya hak untuk marah pada Ayah nya.  Jika saya sebagai Ayah mereka di rasa tak sesuai dengan keinginan mereka.

Saya menerapkan hal itu atas dasar kesadaran bahwa saya tidak akan pernah bisa maksimal dalam mendidik anak - anak saya.  Bersama istri tercinta - meski telah semaksimal mungkin,  terkadang ada banyak hal yang menjadikan kendala ketidaksesuaian antara pemikiran anak dan keinginan orang tua.

Kemudian saya kerap melihat diri saya dalam bingkai masa kecil saya dulu.  Masa kecil yang tidak hanya dapat merasakan kasih sayang tapi juga beragam hal pahit secara bersamaan.  Dalam usia 7 tahun saya kerap melihat pertengkaran ayah dan ibu saya tapi kemudian berbaikan lagi dengan  mesranya.  Dan kemudian ketika usia 9 tahun, pecahlah pertengkaran menjadi sebuah perpisahan antara keduanya.  Dan sejak urusan perceraian tersebut.  Total saya tak pernah bertemu lagi dengan Ayah.  Sosok yang seharusnya memberi kan gambaran menyeluruh tentang pribadi lelaki tak ada dalam kehidupan saya.    Ayah lebih memilih meneruskan hidupnya dengan wanita barunya.

Saya masih ingat betapa saya menginginkan sosok Ayah ada di samping saya ketika melihat teman teman saya di dampingi Ayah mereka mengambil raport kenaikan kelas.  Saya  juga hanya dapat berpuas diri jadi penonton ketika lomba Ayah dan Anak dalam perayaan  peringatan 17 Agustus setiap tahunnya.  Tapi kemudian saya tak tinggal diam. Saya kerap mencari cari sosok Ayah dari beberapa pria dewasa yang saya kenal.  Paman, kakak sepupu bahkan Guru kerap saya jadikan panutan atas kelakukan baik mereka didepan mata saya.  Jadilah masa - masa pencarian jati diri dan figure  Ayah terus bergerak sampai pada saya tumbuh remaja dan dewasa.  Beruntung saya punya teman - teman yang baik.  Teman - teman yang menguatkan dan mendesawakan saya melalui perilaku dan tindakan yang sering terjadi selama  pertemanan tersebut.  

Lebih dari 10 tahun berlalu.  Sejak pencarian sosok Ayah yang ideal.  Banyak pelajaran yang saya dapat.  bahkan buku - buku yang saya baca atau Biografi para tokoh panutan cukup memberi dampak yang baik pada pemahaman saya tentang Ayah yang baik.

Kini, Keindahan bekal yang saya miliki, terus saya curahkan pada para junior saya.  Penerus generasi saya selanjutnya.  anak - anak saya, tumpuan hidup,  kekuatan saya untuk bergerak dan berkarya.  Semangat dan detak jantung yang memacu kehidupan kearah lebih baik.



Anak ku,
Ayah mu bukanlah orang yang sempurna, karena aku tak pernah mengetahui mana yang baik terlebih kata sempurna yang tak akan pernah ada.  Tapi Aku akan berusaha sekeras jiwa dan  sekuat raga untuk menjamin kalian mendapatkan yang terbaik yang Ayah bisa.
Ayah bukanlah seorang yang kaya raya hingga dapat memuaskan keinginan duniawi kalian.
Ayah pula bukan seorang yang terkenal hingga bisa memberi kalian pelayanan kelas satu di bumi ini.
Tapi ayah punya hati, punya semangad dan punya banyak hal yang telah Ayah persiapkan untuk membawa kalian sebaik mungkin kearah yang tidak akan sama dengan Ayah dapatkan saat Ayah seusia kalian dahulu.
Karena Ayahmu bukan seperti Ayahku.

Sunday, October 17, 2010

TAK ADA YANG SALAH DENGAN PERCERAIAN.

APA KABAR DUNIA..?!!!



Sabtu lalu, saya berkesempatan hadir pada sebuah pertemuan mahasiswa tingkat awal pada kampus saya.  Sebagai seorang dari kampus tersebut tentu saya di beri kesempatan berbicara di depan aula pada pertemuan tersebut.  Pertemuan itu sebenarnya adalah sebuah event yang di buat oleh pihak kampus untuk mempertemukan antara mahasiswa baru dengan para alumni yang beberapa di antaranya dianggap telah memiliki pengalaman di bidang pekerjaan yang di geluti.

Tapi tidak dengan saya.  Meski saya di undang untuk memberi motivasi. Sama dengan rekan alumni lainnya.  Tapi kesempatan itu justru saya buat untuk mendengar apa yang mereka inginkan dari menuntut ilmu di kampus tersebut. Di kesempatan awal pembukaan kalimat,  saya melihat wajah wajah para dosen yang duduk berbaris di depan nampak  terkejut.  Bisa jadi mereka takut  waktu 1,5 jam yang di berikan pada saya malah jadi ajang curhat antara Senior dan Junior.  Tapi  melalui bahasa tubuh , saya yakinkan tidak seperti itu jadinya nanti.

Dan respon menarik terjadi ketika beberapa mahasiswa mengungkapkan keinginannya berkuliah untuk membahagiakan orang tua. Lalu ada pula yang lebih spesifik mengatakan bahwa karena orang tua mereka bercerai lantas ia ingin menunjukkan bahwa semangad nya tidak akan pudar meski orang tua mereka berpisah.  Namun ada pula yang mengungkapan  kekesalannya akan perpisahan yang terjadi pada orang tuanya.

Dalam diskusi panjang akan sebuah keinginan para mahasiswa baru tersebut, terselip getir di jiwa saya.  Bagaimana tidak.  Secara tidak langsung, ungkapan demi ungkapan yang mereka lontarkan seolah mengarah pada diri saya pribadi.  Mengusik ketenangan yang telah saya persiapkan sejak beranjak dewasa kala itu.  Sesuatu yang sebenarnya tak ingin saya perluas,  karena hanya akan menyakitkan hati meski ada banyak hal positif di balik itu semua.



Kala itu, Indra kecil masih di bangku kelas 4 Sekolah Dasar.  Dan jauh sebelum itu - sepengetahuan saya, ada banyak pertengkaran yang terjadi pada kedua orang tua saya.  Saat itu saya punya 3 orang adik yang  masih kecil kecil dan pastinya tak memahami apa yang terjadi pada Ayah dan Ibu saya. Hanya saya yang cukup memahami keributan kecil yang kemudian membesar yang terjadi antara Ayah dan Ibu.  Hingga hal langka yang dulu kerap saya simak di layar kaca, Terjadi.  Perpisahan anatara Ayah dan Ibu saya tak bisa di elakkan.  Kesal dan Benci awalnya melilit saya.  Berkali kali saya membenci Ayah dan Ibu akan perceraian tersebut.  Wajar, karena saya tak mengerti dengan persis apa yang terjadi antara mereka berdua.  Mereka dua orang dewasa yang pasti punya pemahaman sendiri.  - Hal ini terjadi bertahun tahun setelah hal itu terjadi.

Ada banyak Perceraian di muka bumi ini.
Ada juga banyak alasan mengapa hal itu terjadi.
Ada perbedaan prinsip (mungkin), atau ada perbedaan dari sebuah pandangan yang bisa jadi tak bisa di selaraskan lagi dalam kehidupan rumah tangga.

Bukan bermaksud untuk menelanjangi kasus yang di hadapan Tuhan tak di sukai.  Tapi menurut saya, lebih baik berpisah - jika memang tidak bisa bersama dengan baik dan semestinya- dari pada berbohong atau malah melakukan hal melanggar di balik pasangan selama kehidupan pernikahan pura pura tersebut.  Saya salah satu anak yang bersyukur dengan terjadinya perpisahan antara Ayah dan Ibu saya - meski rasa  'legowo' itu saya dapatkan ketika saya beranjak ke bangku kuliah.  Lama buat saya dapat memahami yang sebenarnya terjadi.  Bukan waktu singkat untuk saya mengerti akan sebuah keputusan perceraian yang Ayah dan Ibu ambil kala itu.  Hanya satu hal yang terus saya ingat bahwa perceraian itu kemudian  menguatkan saya.  Menguatkan sebagai anak lelaki tertua dari 3 adik adik saya (kala itu).

Perlahan - seiring waktu,  saya kemudian memahami segalanya.  Ibu saya -yang kala itu saya tahu sekali kegigihannya.  Mengurus kami anak anaknya sebagai seorang single mother. Lebih dari itu,  yang saya alami juga bahwa Ibu benar - benar sempurna mengurus kami.  Meski dalam banyak hal kami merasa ada kekurangan (kekurangan yang tak sama dengan temen-teman kami yang memiliki orang tua lengkap).  Tapi ternyata perceraian itu juga menguatkan saya sebagai seorang kakak.  Saya masih ingat ,  bahwa saya mempu mengurus adik adik saya yang masih kecil ketika Ibu saya bekerja.  Saya juga paham betul bahwa perceraian itulah yang kemudian membuat saya mampu memasak dengan baik.  Karena jika saya tidak memasak maka adik adik saya akan kelaparan - karena Ibu kerap pulang larut malam.

Teman, bagi kalian yang merupakan anak dari korban perceraian.
Tak ada yang salah dengan hidup mu.  Tak ada yang hina dari apa yang terjadi dalam rentang waktu panjang di masa lalu.
Bahkan orang tua kita sekalipun. Mereka yang tahu persis mengapa akhirnya mereka mengakhiri kebersamaan yang pasti sebelumnya di bangun dengan indah dan susah payah.
Tapi yakinlah, - seperti yang selalu saya yakini,  bahwa apapun yang terjadi (seburuk apapun itu)  ada banyak hikmah yang dapat kita jadikan pegangan lebih baik lagi di kemudian waktu.  Sebuah pijakan kokoh yang terkadang kita membuat kia menyadari sesuatu yang tak pernah kita mengerti sebelumnya.
Dan bukan pula waktunya bagi kalian lantas mengakhiri keindahan hidup dengan tenggelam dalam kenakalan dan kriminal, Obat - obatan terlarang dan kelakukan negative lainnya.  Terlalu picik untuk lari kearah sana. Bangun diri dengan semaksimal mungkin.  Raih Prestasi sebanyak dan sebaik mungkin yang kamu mampu karena waktu di bumi tak akan lama.


Kini, perpisahan Orang tua saya telah menjadi bagian terindah dalam hidup saya.  Bukan berarti saya mensyukuri nya.  Tapi setidaknya saya dapat banyak pelajaran di balik itu semua.  Ssaya bisa mengerti bahwa mempertahankan cinta dalam rumah tangga itu tidak semudah kata kata indah yang kerap ada di layar kaca atau yang selalu di ucapkan sepasang remaja yang di mabuk cinta.   Perjuangan untuk terus bersama itu memang mesti sejalan dengan keinginan dan niat yang murni untuk memahami kekurangan masing masing.  Bahwa tidak ada kelebihan tanpa ada kekurangan.  Dan tak semua individu bisa menerima itu.  terlebih dengan lapang hati.

Friday, October 15, 2010

TIGA KOTA PENUH MAKNA. Part III (Tamat).

Yogyakarta,  adalah tujuan kami selanjutnya. Dan menjadi Kota terakhir yang kami ingin ambil inspirasi terbaik sebagai bekal melangkah dan bertindak di kemudian hari.
Meski sebenarnya Agung nampak tidak 'on the good Mood'... karena angin pada saat di dek Kapal menuju Lombok waktu itu.  Hingga bawaan meriang  begitu kentara.  Begitu pula dengan Nizar yang mulai terserang Batuk.  Untunglah saya masih dalam posisi aman, selain menahan rasa sakit pegal di sekujur badan karena kurangnya istirahat yang saya  rasakan.  Tapi inilah Perjuangan untuk Belajar.!!!


Perpisahan dengan Danink dan Gibo di Pelabuhan Lambar membuat kesan yang sangat miris.  Betapa baiknya mereka hingga kami dapat begitu dekat.  Dekat sebagai saudara.  Dekat sebagai sahabat.  Meski pertemuan kami belum dari 48 jam lamanya.  Sebuah hubungan persaudaraan, pertemanan yang begitu kuat karena kami memiliki pemikiran yang sama.  Pemikiran untuk menjadi lebih baik.  Pemikiran untuk berjalan pada koridor yang di harapkan.  Seseuatu yang tidak hanya sekedar hura hura tapi juga memiliki makna.  Lambaian tangan Gibo dan Danink dalam balutan rintik hujan menggenapkan kepiluan kami.  Sebuah rasa yang kelak akan menjadi gunung rindu yang begitu tinggi. Namun entah kapan dapat bertemu lagi, selain usia dan kehendak Ilahi tentunya.

Tepat tengah siang di hari Jum'at kami tiba di Padang Bay kembali.  Adi menghantar kami ke Terminal Bis di Denpasar sebelum akhirnya kami menikmati perjalanan sepanjang malam menuju Surabaya.  Sebelum akhirnya  estafet dari terminal Bis di Surabaya menuju Terminal bis Yogyakarta.  Dan jangan di tanya seperti apa rasanya anggota tubuh.  Remuk Redam sudah tentu.  Tapi tak sebanding dengan niat kami.

Agung makin parah.  Sakitnya benar-benar sampai pada titik memprihatinkan.  Segala obat apotik telah di cona termasuk berbungkus-bungkus Antangin ia teguk tetap saja suhu tubuh tak bersahabat.  Terlelap sepanjang perjalanan dari Bali - Surabaya - Yogya adalah hal tepat.

Sore hari kami tiba di Yogya dan langsung menuju Jalan Malioboro mencari hotel backpacker.  Dan segera membiarkan Agung terlelap dalam buaian.  Hanya saya yang sempat menanyakan banyak info tentang kereta menuju Jakarta.  Saya juga sempat ke sekitaran jalan Malioboro dan melihat keramaian malam, sebelum akhirnya saya putuskan untuk kembali ke Hotel menemani kedua rekan saya yang kurang enak badan itu.


saya bersama Dimas Diajeng Yogyakarta


Jadilah malam minggu di Yogya tanpa aksi apa apa selain hanya menyerahkan diri pada paksaan kantuk yang teramat sangat mendera.  Untunglah sedikit terobati dengan Minggu pagi yang cerah.  dapat bertemu dengan Dimas Diajeng Yogya ; Akbar, Tika dan Uul dan bergerilya menuju Borobudur.  Dan perjalanan ke Borobudur memakan waktu 2 jam lamanya.  Tapi tetap dengan suasana riuh rendah layaknya bertemua banyak hal dan berbincang beragam macam topik bahasan sepanjang perjalanan.

Malam beranjak dengan begitu cepat.  Kebersamaan dengan Dimas Diajeng harus  segera berakhir dan  kami di antar akbar ke terminal Bis di Yogya untuk melanjutkan naik bis ke Jakarta.  Dan ini adalah hal yang luar bisa memusingkan kepala. Pasalnya, rencana kami untuk  naik kereta batal hanya karena SEMUA tiket di SEMUA  stasiun Kereta di Yogya habis.!!!...dari pada harus  berdiri dalam gerbong kereta lebih baik memilih  duduk berjejalan dalam Bis AC.  Pertimbangan ini mengingat kesehatan Agung yang belum 100 persen membaik. 

Jadilah perjalanan menuju Jakarta penuh dengan kenangan.  Kenangan tiga lelaki petualang dengan azas nekad yang tak terhalang.  tiga  lelaki yang hanya mengantungi keberanian diri melebihi dari bahaya yang bisa jadi dapat kami alami.  Beruntung Tuhan selalu melindungi.  Beragam hal  manis dan indah mengembang di ingatan dan kemudian membuat kami tersenyum.  Dan ada juga hal yang tak mengenakkan yang akan kami jadikan cerita di hari senja kelak.  Bahwa kami bersahabat dekat, Saudara tercinta dengan keberanian yang melebih apapun untuk mendapat pelajaran terbaik dari sebuah perjalanan.

Terima kasih yang tak terhingga ketika kami dapat  kembali ke rumah tercinta.  Menjalani aktivitas rutin seperti semula.  Terima kasih pada Allah SWT atas karunia, kekuatan tekad, dan kemudahan dalam beragam hal meski banyak pula sakit mendera.  Terima Kasih pada keluarga kami masing masing yang memperkenankan kami  melakukan hal ini.  Terima Kasih pada Tempat kami bekerja atas izin yang di berika begitu lama.  Terima kasih buat teman teman yang telah luar biasa mencetak cerita bahagia bersama ; Adi Pratama, Asan, Doi di BALI - yang luar biasa baiknya kalian...!!!,  Gibo Sinatra, Danink dan Agung Paduka di Lombok, yang sudah jadi partner seseruan.... Tanti dan Ibu Lis di Sheraton Senggigi atas Sarapan istimewa dan pinjaman Mobilnya.  Bang Eki dan Dudi atas pemberian makanan ringannya di Hotel ketika di Lombok.,  Terima Kasih pada mas Irfan atas pertemuan singkatnya di Yogya dan arahan jalur transportasinya.  Thanks juga buat Gibran yang menyempatkan menemui kami di Stasiun Bis.  Terima Kasih atas teman teman yang selalu menyemangati. 

Dan akhirnya saya memutuskan,  untuk melakukan hal yang sama di kemudan waktu dengan lokasi yang berbeda.!!
Berpetualang adalah cara yang tepat mengenal kualitas  diri dalam kondisi terburuk sekalipun.

Next Trip..... PAPUA.!!!

Wednesday, October 13, 2010

TIGA KOTA PENUH MAKNA. Part II.

LOMBOK, 7 Obtober 2010.

Pantai Senggigi, Lombok, NTB


Cuaca cerah sangat mendukung  Saya, Agung dan Nizar untuk bergerilya menelusuri Lombok yang tak kalah Indahnya di banding Kota lain untuk  sektor Pariwisata.  Yang kami ketahui bahwa Objek pariwisata di Lombok ada sangat banyak dan masih belum begitu tersentuh dengan  pesatnya  modernitas dan Industri layaknya di Bali. Dan kesempatan itu pula yang kemudian membawa kami untuk menelusuri sepanjang Senggigi dengan kendaraan umum khas Lombok dan bermuara di Hotel Sheraton Senggigi.  Bukan untuk check in atau bermalam di Sheraton tapi untuk  menemui rekan kerja Agung yang dahulu sama sama bekerja di Sheraton Lampung.  Tak sulit ternyata menemui rekan Agung yang ternyata saja juga cukup mengenalnya - mengingat dulu saya pernah bekerja di JIMS Sheraton Lampung, tahun 1999.  Jadilah pertemuan reuni dan akrab tersebut bersambung ke meja sarapan Hotel - lumayan bisa sarapan ala Hotel berbintang tanpa harus Bayar. - Thats what friend are for.?  hahahah.....

Sarapan di Sheraton Senggigi.


Oke, tanpa perlu berlama - lama, kami pun dapat mobil pinjaman berkat  kebaikan hati seorang Ibu Lis. Jadilah kami dapat membawa mobil tersebut seharian dan tentu saja di guide oleh Gibo dan rekan nya- Paduka.  Tujuan utama kami adalah mendatangi langsung suku Sasak di Desa Sade yang merupakan bagian dari Lombok Tengah.  Dengan  jarak tempuh yang cukup jauh dan cuaca yang terik bukan kepalang, kami dapat menuju lokasi setempat meski sempat mampir dulu ke Pantai Kuta, Lombok yang memiliki ke-eksotikan tersendiri dengan pasir pantai yang bulat bak butiran merica.  Sungguh Luar Biasa...!!!....tentu kesempatan foto dan bertelanjang dada tak saya lupakan begitu saja.
Sebenarnya Gibo dan Paduka ingin mengajak kami ke tempat kunjungan yang tak kalah seru lainnya tapi sayang  mobil yag kami tumpangi telah habis masa pinjamnya .. jadi harus segera di kembalikan ke pemiliknya yang bekerja di Sheraton Senggigi Hotel.  Tapi beruntung kami bertemu Danink - Dedare Lombok yang menemui kami di sela makan Siang di Food Court  'Kura-Kura'.  Lalu kebersamaan di Hotel Sheraton Senggigi jadi ajang foto bareng narsis bersama. hehehe...

Indahnya Kute Lombok



@ Pantai Kuta, Lombok .


Aku, Agung dan Nizar di Desa Sade, Desa Suku Sasak, Lombok.

Puas rasanya bisa mengetahui Lombok secara langsung.  Sebuah tempat yang selama ini hanya saya ketahui dari media, majalah pariwisata atau beragam cerita orang orang yang pernah ke Lombok.  Meski sayang tak semua objek dapat kami datangi  dalam satu hari mengingat segalanya keterbatasan waktu izin yang kami dapati.  Tapi setidaknya banyak yang saya dan teman teman dapatkan dalam perjalanan singkat ini.  Mengetahui budaya setempat adalah hal mendasar sebagai pijakan dari sebuah pembelajaran.  Lalu memahami keindahan seni, budaya dan pariwisata secara keseluruhan menjadikan semuanya sebuah ajang pembelajaran berharga.  Sesuatu yang dapat di kenang  tentunya.

Nizar, Denink, Gibo dan Aku ... sebelum meninggalkan Lombok.

Lamat-lamat, Kapal kami meninggalkan Pelabuhan Lambar, Lombok menuju kembali ke Padang Bay.  Jum'at terasa singkat sekali.  Sebuah kunjungan pula yang menjadikannya sesuatu yang amat singkat. 



Selesai menunaikan Shalat Jum'at, kami di jemput Adi Pratama di Pelabuhan Padang Bay.  Lagi - lagi Adi menyelamatkan kondisi keuangan kami secara langsung dengan memberi tumpangan yang sangat nyaman.  Apa mau di kata.  Adi mengetahui bahwa perjalanan ini memang sebuah tekad yang telah kami niatkan.  Bisa pula di bilang nekad secara langsung.  Berani menghampiri tiga kota dengan biaya sangat minim.  Tapi tak mengapa.  Yang penting niat kami murni mau belajar.  dan mau tahu akan sesuatu yang selama ini hanya kami ketahui dari  'kata orang' .  Dan sampai disini,  Adi masih menyita perhatian kami akan kebaikannya.  Sebagai seorang yang asing - karena perkenalan Adi dan saya hanya berlangsung via Facebook awalnya.  tapi Adi sudah sangat terbuka menyambut kami dengan begitu baik. Ini contoh yang baik bagi siapapun yang bergelar Duta Wisata Daerah dimana mereka berdomisili.

Hujan rintik - rintik menemani keberangkatan kami ke terminal Bus di Denpasar.  Adi mengantar kami sampai bis yang kami tumpangi menghilang dari pandangannya.  Adi juga sempat membuat kami haru dengan cinderamata yang ia berikan pada kami sebagai perwakilan dari ADWINDO Bali.   Adi memberi banyak inspirasi bagi saya selain Bali itu sendiri.  Sosok muda yang mau memberikan yang terbaik bagi tamu nya.  Sebuah penerapan dari sapta pesona dan sadar wisata secara langsung dari seorang Duta Wisata.

Pemberian Cinderamata oleh Adi Pratama -mewakili ADWINDO Bali.


Dengan kondisi perjalanan yang kami rasakan.  Nampak jelas di depan mata, tujuan kami selanjutnya .... YOGYAKARTA.



.......................bersambung .................TIGA KOTA PENUH MAKNA. Part III.   ................