Sunday, September 16, 2012

KARENA SEMUA BEBAS MEMILIH





Jam dinding menunjukkan pukul 4.30 pagi. Tentu ini bukan malam lagi, dan pesta telah berakhir. Saya mencoba bangkit dari beberapa tubuh teman teman yang masih terlelap tidur dengan beragam gaya yang jauh dalam kondisi wajar. Ada yang tertidur melintang di atas ranjang, ada yang tertidur di kursi sudut ruangan dengan mulut menganga, ada yang tertidur di bawah meja besar yang diatasnya bertengger Televisi berwarna layar datar 32 inchi. Dan masih banyak gaya tidur di beberapa tempat lainnya. Dengan kondisi yang masih mengantuk, saya coba menegakkan tubuh yang berasa nyaris runtuh menuju kamar mandi. Di kamar mandi, kondisi berantakan yang tak beda dengan sudut lainnya di ruangan hotel megah berbintang 4. Tisu berserakan dimana mana, belum lagi bau alkohol yang sangat mencekak penciuman. Ada beberapa puntung rokok berserakan, berdampingan dengan botol botol bir dan beraneka bungkus makanan ringan yang isinya pun terburai kesegala penjuru ruangan. Ya, alcohol. Jenis minuman itu pula yang nampaknya sempat saya nikmati beberapa teguk semalam.

Pesta memang telah usai. Dan meninggalkan bekas kelelahan di tubuh tubuh lemah terkulai di segala penjuru kamar hotel. Ruang kamar mewah yang sewajarnya di huni maksimal 4 orang, tetapi penuh sesak oleh 13 orang beragam gender. Tak ada beda antara pria dan wanita. Dan saya lah orang ke tiga belas itu. Saya pula lah yang lebih awal bangun karena alarm di handphone mengingatkan untuk shalat subuh. “Percuma shalat subuh!!”, pekik saya dalam diri. Malu rasanya menghadap Sang Pencipta dalam keadaan bercampur alkohol meski sedikit sisa pesta semalam. Setelah membasuh wajah dengan air dingin di kamar mandi , saya menjinjit kearah tumpukan teman teman yang masih tertidur lelap, berusaha mencari jacket yang ada kunci kendaraan di dalamnya. Saya juga nyaris lupa letak jacket itu. Untunglah ditemukan.

Di luar kamar hotel telah cukup terang benderang. Tampaknya matahari bergegas datang menyambut hari minggu. Ternyata semalam benar benar menjadi pesta yang glamour - uncontrol. Beberapa kendaraan teman terparkir dengan sembarangan di depan kamar hotel. Untung saya memarkir kendaraan di depan lobby. Petugas security sempat menyapa saya dan sedikit memandang curiga ketika berpapasan menuju lahan parkir depan lobby hotel.

Begitulah setidaknya sisa sebuah pesta. Pesta yang terkadang harus saya ikuti karena merupakan penghujung dari sebuah gelaran event yang melibatkan saya sebagai bagian dari acara di dalamnya.

Semalam, selain pesta yang meriah dan sedikit liar tersebut. Saya juga menjumpai beberapa rekan lama yang telah berubah. Benar – benar berubah layaknya superhero di layar perak. Ada teman yang dulu saya kenal sebagai sosok pendiam, semalam telah berubah liar dan ganas bak macan tutul siap menerkam siapa saja. Ada pula teman yang dulu saya kenal sangat soleha dan begitu santun, semalam nampak aslinya dengan agresif bak piala bergilir dari satu pelukan ke pelukan lain. Ada pula teman yang merayakan kebersamaan dengan asik bercumbu satu sama lain meski sebenarnya saya tahu mereka telah memiliki pasangan hidup masing masing di rumah. Ada pula sosok yang dulu saya kagumi semalam malah jadi sosok yang menyebalkan dengan tingkah lakunya yang tak lagi menyenangkan.

Tak ubahnya seperti saya, yang juga terlibat dalam pesta tersebut. Saya juga jadi bagian yang menikmati kebersamaan. Bagai kehidupan yang hedonis, mereka nampak begitu menikmati segalanya. Karena mereka memang dapat memilih apa yang mereka mau. Yang pria bisa saja memilih liar dengan para wanita. Yang pria bisa pula memilih menjadi simpanan para ibu ibu muda yang haus akan belaian pria yang lebih muda karena suami mereka yang tak pernah ada di rumah karena sibuk kerja dan kerja. Atau yang pria bisa saja jadi kekasih teman pria nya dengan terang terangan mem-publish kepada semua undangan bahwa mereka pasangan pria yang baru saja menikah di Belgia. Ada pula yang wanita yang menerangkan dirinya telah menjadi simpanan anggota dewan yang bertubuh gembul dengan ukuran kelamin tak lebih dari kelingking. Ada gadis manis berperawakan baik mengungkapkan dirinya bangga dengan profesinya sebagai pemuas nafsu siapa saja yang ingin bercumbu dengannya dengan hitungan biaya bayaran per jam. Ada wanita dewasa yang dengan bangga mengakui statusnya sebagai penjual wanita wanita muda dengan kedok biro jasa pendidikan multi talenta.
Itulah sedikit gambaran profesi baru dari orang orang lama yang saya tahu dan saya jumpai semalam. Malam minggu yang cukup semarak bagi saya. Mengenal mereka di antara ratusan pengunjung sebuah party di bilangan pusat hiburan ibu kota. Berakhir dengan cerita dan pengakuan dari bibir mereka langsung. Entah dengan kesadaran penuh atau bualan karena minuman yang memabukkan.

Memang perubahan manusia tidak bisa di prediksi akan menjadi apa di kemudian kelak. Pilihan pilihan profesi yang mereka jalani adalah keinginan kuat dari mereka secara individu yang tak bisa di bantah. Bahkan mungkin oleh orang tua nya sekalipun. Apa pun yang mereka jalankan. Meski pendidikan mereka telah tamat sarjana, bukan tidak mungkin profesi ‘gelap’ yang mereka lakoni adalah sebuah jalan yang mereka ingini. Bisa jadi di depan orang tua dan keluarga, mereka jadi sosok yang membanggakan dan berkesan baik baik layaknya anak anak pada keluarga lainnya. Tapi di balik itu semua tak ada satu pun yang tahu apa yang sebenarnya mereka lakoni. Bisa jadi hanya mereka secara individu dan Tuhan sang pencipta lah yang tahu. Kehidupan glamour yang mereka lampiaskan sebagai bagian dari profesi mudah yang mereka fikir tak perlu bersusah payah bekerja. Menjadi simpanan, gigiolo, pria simpanan pria, gadis nakal, mucikari, atau apapun namanya adalah pilihan yang memang mereka pilih untuk diri mereka sendiri dan yang mereka anggap nyaman untuk hidup mereka. Setidaknya saya sebagai pribadi selalu menghormati pilihan yang mereka anut. Tak ada yang salah dengan mereka. Yang salah adalah keadaan yang mungkin membuat mereka jadi demikian. Sebagai teman tentu saya hanyalah sebatas teman. Tidak berhak memberi penilaian terlalu jauh apalagi ‘cap’ dosa pada mereka. Karena apapun yang saya lakukan meski tidak seperti profesi mereka bukan berarti saya lebih baik dari mereka. Setidaknya mereka mampu berbagi kebahagiaan pada saya dan semua yang datang di acara tersebut. Meski yang saya tahu kebahagiaan yang seperti itu bukanlah kebahagiaan yang sejati. Karena kelak akan terbukti ketika tidak lagi jaya, mana teman yang sejati dan mana yang hanya imitasi alias hanya numpang bersenang senang belaka, selebihnya lari meninggalkan yang tak lagi berseri.

No comments:

Post a Comment