Monday, December 3, 2012

NASIHAT MAMA YANG TERBUKTI


Mendiang Mama.

Begitu banyak kenangan yang dapat saya ingat bersama mendiang Mama. Salah satunya adalah kebiasaan almarhumah Mama yang kerap memberikan nasihat nasihat pada saya dan adik adik. Uniknya, nasihat nasihat tersebut tak memiliki frekuensi dan waktu yang sama. Mama selalu memberikan  nasihat nya di mana pun. Kadang ia memberikan rangkaian kata yang sangat dalam artinya ketika  saya sedang menemaninya ke pasar atau memasak. Pernah pula nasihat nasihatnya saya dengar ketika sedang  menggoncengnya dalam perjalanan mengendarai sepeda motor. Dan yang kerap terjadi adalah nasihat  pasca saya dan adik adik ribut dan berkelahi.

Nah, berikut beberapa nasihat Mama yang selalu saya ingat bahkan ada yang sempat saya catat, dan  hebatnya, kini apa yang dulu  ia ucapkan  dan kerap saya anggap remeh, ternyata terbukti setelah saya menjalani  cukup banyak pasang surut kehidupan.

1.      Pertemanan itu terjadi ketika ada 2 pihak yang saling mebutuhkan. Ketika tidak lagi ada kebutuhan, maka pertemanan itu dengan sendirinya akan pupus sejalan waktu.
2.      Tak perlu mendengarkan tanggapan negative dari orang orang yang bukan keluarga terdekat. Karena mereka tak tahu kamu yang sebenarnya. Mereka hanya menyimpulkan dari apa yang mereka lihat di luar diri kamu yag sesungguhnya.
3.      Ada kalanya banyak teman itu baik, tapi tak semua teman yang banyak itu benar benar teman yang baik untuk kamu.
4.      Pacaran, belum tentu ke jenjang pernikahan. Jadi, ketika pacaran jangan semua kamu berikan, karena kelak kamu akan merugi ketika  hubungan pacaran berakhir.
5.      Cari istri itu tak perlu cantik yang penting baik hati. Karena cantik akan pudar sejalan usia tapi kebaikan dari hati tak akan hilang meski kecantikan tak lagi  sama ketika muda.
6.      Ketika kamu down dan terpuruk, ingatlah masa masa jaya dan gemilang, sehingga kamu akan bersemangat untuk bangkit lagi.
7.      Lakukan apa yang kamu suka selagi tidak mengganggu dan merugikan hidup orang banyak.
8.      Kamu adalah Kamu, bukan Orang lain.
9.      Pelihara dan terus tingkatkan bakat kamu, karena ketika kamu tidak punya harta  apa pun, Bakat di diri mu lah yang  bisa mengangkat kamu jadi seseorang yang lebih baik dari yang lain.
10.  Tak perlu jadi sosok yang sempurna, untuk di cintai Istri, anak anak dan keluarga Kamu harus jujur bahwa kamu juga pribadi yang punya keterbatasan dan kekurangan.


Setidaknya, itu beberapa Nasihat  mendiang Mama yang masih terus saya ingat. Bagaimanapun, kehidupan itu memang tak semudah yang saya bayangkan semasa kecil dulu, Kehidupan sesungguhnya bukanlah kisah dongeng yang selalu indah dan berlimpah kebahagiaan. Tapi Kehidupan juga tak selalu berisi kesedihan dan rasa gundah. Kehidupan adalah proses pendewasaan yang di dalamnya penuh fase ujian. Bahagia dan duka adalah 2 sisi yang kerap bersinggungan dan sungguh bias batasannya. Saya akan selalu memaknai segalanya dengan penuh pertimbangan matang. Saya juga bisa menilai mana sosok yang benar benar baik atau hanya sekedar basa basi dan pemanfaatan belaka. Saya  pun makin paham bahwa segala yang ada di hadapan belumlah sama seperti apa yang ada di bagian dalam. Karena kehidupan ini hanyalah sandiwara. Saya kerap bersandiwara dalam beragam tugas sebagai ‘pria penghibur’ maka tak heran ketika di kehidupan yang sebenarnya banyak sosok yang sepanjang hayat bersandiwara pada  banyak pihak termasuk pada dirinya sendiri.


Sunday, December 2, 2012

DECEMBER REFLECTION


….Desember tiba …

Tak terasa kurang lebih 30 hari lagi tahun 2012 terlewati.
Tersadar betapa jauhnya langkah yang telah say tempuh.
Tak terhingga banyaknya keringat dan air mata yang menghiasi perjuangan.
Tak kan henti meski terpatri dan tergesek banyak gempuran sekencang badai.
Harus terus melangkah dan berkarya. Harga mati sampai Mati.


Banyak pelajaran sepanjang tahun 2012.
Ada suka dan duka. Banyak acuan yang akan menjadi pedoman langkah mendatang.
Ada sosok sosok yang member banyak warna.
Sama dengan tahun tahun sebelumnya yang kerap menjadi  rasa dalam raga.
Terima kasih atas segalanya.
Terima kasih untuk hinaan yang memacu.
Pujian yang tak melenakan.
Sanjungan  yang membahayakan
Hingga keringat yang tak di hargai.
Semua telah menjadikan saya pribadi yang tahu diri.

BROKEN - DAVID ARCHULETA SONG LYRIC

BROKEN
DAVID ARCHULETA

I know you don't wanna say goodbye yet,
But she can't survive here with just a petal
You still have one wish but it'd be useless,
More than roses have died in this desert.

Child, it seems that younger and younger,
They start to wipe your minds clean.
But how, I wonder, just barely under,
Do your eyes continue sparkling?

And I-I never want to open up your eyes, everything's broken.
And I-I never want to open up your heart, everything's broken.

I don't understand why they are gone,
Or what reason there is to be strong.
I still try to love but I'm in a place where
Doing what's right is so wrong.

But if you see me ignore the gun,
We are still fighting for life.
Here's our wish just to exist
In more than our eyes.

And I-I never want to open up your eyes, everything's broken.
And I-I never want to open up your heart, everything's broken.

Do you see what I see?
Do you feel what I feel?
It doesn't matter until we see broken lives heal
Do you see what I see?
Do you feel what I feel?
It doesn't matter until we see broken lives heal

Oh oh oh oh oh...

And I-I found it hard to open up my mouth, will they hear what's spoken?
But I-I saw when I opened up my eyes, invisible children.

Broke, but not broken.
Broke, but not broken.

Thursday, November 29, 2012

DIRGAHAYU KORPRI KE 41 TAHUN 2012

.
Pemantapan Jiwa Korps Pegawai Republik Indonesia Guna Mempercepat reformasi Birokrasi - adalah tema besar pada peringatan Hari Ulang Tahun KORPRI tahun ini yang memasuki perayaan ke 41 tahun
. Pemantapan Jiwa Korps segenap insan pegawai Republik Indonesia dapat meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas kedinasan. Dan relevan, karena saat ini Bangsa sedang menata birokrasi menuju tatanan birokrasi yang bersih, efisien , efektif, dan produktif. Birokrasi yang semakin transparan dan akuntabel dalam memberikan pelayanan yang murah, cepat dan baik kepada masyarakat.

Wednesday, November 28, 2012

FIRMAN, BUKAN SEKEDAR TEMAN.

Namanya Firman. Pria sederhana pekerja sebuah pabrik pengelolaan besi baja di kawasan industry di Provinsi Lampung. Hanya ketika akhir pekan lah ia baru bisa menikmati riuhnya perkotaan dan menjadi pemuda kekinian. Perjumpaan saya dan Firman bermula ketika saya membaca sebuah buku sastra karya Rabindranath Tagore – Penulis kegemaran saya, di sebuah ruang tunggu apotek di rumah sakit swasta di Bandar Lampung. “Mas, buku yang mas baca sama dengan buku milik almarhum Ayah saya.”. Ucap Firman membelah keseriusan saya kala itu. Meski sedang asik menikmati karya seorang penulis sastra peraih nobel, saya langsung terhenyak ketika Firman mengutarakan bahwa ia tahu buku yang saya baca dari almarhum Ayahnya. Sejak itulah segalanya bermula. Kemudian saya tahu bahwa Firman yang masih berusia 28 tahun itu harus menghentikan sejenak obsesinya untuk jadi mahasiswa Strata Satu karena harus bekerja menghidupi 2 adik dan ibu nya yang sakit sakitan sejak di tinggal mendiang ayahnya. Firman adalah sosok sederhana nan humoris tetapi penuh makna yang tersirat dari gerak dan tutur kata nya. Belum pernah saya menemui sosok seperti Firman. Di antara banyaknya rekan dan teman teman yang saya miliki, tak ada yang seperti Firman. Ia adalah sosok istimewa dalam bungkus kesederhanaan. Ia tak banyak balutan palsu layaknya busana bermerek dan juga tak memusingkan tanggapan orang tentang dia. Selain tak punya cukup dana untuk bergaya stylish tentu Firman bukan sosok yang memikirkan tampilan layaknya anak muda lain (termasuk saya juga, hahahah). Lantas, kedekatan saya dan Firman berlanjut ketika kami memiliki hobby yang sama, yakni membicarakan masa depan. Diam diam, Firman menyimpan banyak obsesi dan angan angannya di masa mendatang. Ia dengan lantang menyebutkan arah tujuan hidupnya kedepan. Saya, selain menyimpan rapat rapat impian demi impian saya, kerap memposisikan diri sebagai pendengar saja. Firman juga pernah berucap akan kegamangan ia belum menemukan jodoh, dan di tambah ke-takutan nya ketika nanti menikah. Hal yang dulu juga pernah saya rasakan. Setidaknya, Firman memberikan saya lahan kebebasan dalam berkata dan berbuat. Menjadi sosok diri saya sendiri. Menikmati kesederhanaan. Tak pernah memusingkan apa yang orang lain cap terhadap kita. Firman juga mengajarkan pada saya bagaimana melalui hari demi hari dengan selalu bersyukur. Mensyukuri segala yang di dapat dan di alami sebagai bagian dari syukur sebagai mahluk ciptaan sang maha kuasa. Dari Firman pula saya mulai sedikit demi sedikit menanggalkan ke-gilaan akan obsess yang berlebihan. Yang terkadang menyiksa dan tak begitu nyata. Hal hal yang cenderung mimpi. Sama dengannya impian banyak orang untuk bisa kaya raya dan memiliki segalanya tapi dari Hasil Korupsi. Saya dan Firman lantas mengucap Syukur karena orang tua kami bukan Pejabat yang tenar dan kaya raya tetapi dari hasil korupsi dan lantas berakhir dalam bui. Saya dan Firman juga menyepakati akan sebuah aturan bahwa hidup kami hanyalah kami yang tahu bagaimana menjalani dan mengakhirinya. Segalanya jadi sama. Firman, teman yang baru saya kenal 3 minggu terakhir tetapi sudah seperti bertahun tahun ia member warna dalam hidup dan langkah seorang Indra. Sama dengan sosok teman teman yang sejak dulu sudah ada dalam langkah hidup saya.

BICARA PADA INDRA

Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi di kemudian hari. Ada pula banyak celah yang bisa di manfaatkan dalam kondisi apapun. Saya, hingga detik ini tak pernah lelah untuk mempercayai bahwa ada banyak kesempatan baik dan celah celah baik yang bisa jadi akan saya temui di masa mendatang. Kekenyangan saya pada caci maki, hinaan, kegagalan, kesewenang-wenangan, ketidakpastian, kebimbangan rasa dan raga. Hingga hal hal yang tak lazim lainnya, membuat saya mampu bertahan dan mampu mengatur ritme diri dalam kondisi apapun. Tak ada yang perlu saya tapik. Saya adalah pribadi yang lemah, mudah khilaf dan tak juga pernah berada pada ‘track’ yang bisa di sebuat benar. Tapi saya juga tak pernah meratapi diri. Saya pantang menyesali apapun yang telah terjadi. Tak pernah mencoba menghindari banyak kemungkinan yang pasti dan tak pasti di hadapan. Saya juga tak mau mengeluhkan beragam hal yang telah teralami dan telah ‘ter-cap’ pada saya. Saya tak juga memusingkan akan ‘image’ atau citra diri. Bagi saya, Saya adalah sosok independent. Yang tak pernah rela diri saya di ‘dikte’ oleh siapapun atau pihak manapun. Meski saya bisa dengan leluasa berkompromi pada banyak hal. Tapi untuk masalah jiwa saya masih pada kondisi yang sebenarnya saya yakini bisa di andalkan. Tak pernah terfikirkan oleh saya untuk dapat jadi diri orang lain di saat bertentangan dengan hal yang sesungguhnya. Tak juga saya pernah merasa akan jiwa jiwa yang sesungguhnya tak pernah menggugah diri untuk jadi pribadi yang lebih baik. Saya. Sosok yang salah. Salah pada banyak hal. Salah untuk beragam bidang. Salah untuk sesuatu yang bisa jadi tak pernah saya tahui sebelumnya. Tapi saya tak pernah bersembunyi dalam kesalahan. Tak pula saya lega dengan ketenangan yang semua Tak mau saya mengakui bahwa saya suka meski sebenarnya tidak sama sekali.

Saturday, November 24, 2012

MENCUMBUI KESENDIRIAN.

Meski kerap berada di tengah keramaian, hiruk pikuk dan glamour nya event akbar. Saya tetaplah sosok yang masih menerapkan ritual ‘Menyendiri’. Kerap saya sampaikan jika saat sendiri, ada banyak hal yang terjadi. Imajinasi melang-lang-buana. Berpendar kesegala penjuru. Ide ide brilliant terkadang mudah di catat, dan yang terpenting saat dimana saya memahami kekuatan diri sendiri jauh lebih kuat ketika saya bersama dengan banyak orang di situasi yang gegap gempita. Tanpa sorot lampu, tampa tepuk tangan yang membahana, tanpa sanjung puji yang melenakan, tanpa ada arahan dari siappun, saya bisa memahami diri. Memahami apa yang kelak akan saya lakukan dengan segala kekuatan dan keterbatasan saya sebagai manusia. Ketika ber-interaksi dengan banyak pihak, saya cenderung melakukan hal hal yang tidak bisa sepenuhnya saya control. Tak ada alat pengukur akurat apa yang sedang atau telah saya lakukan. Dan semuanya berbanding terbalik dalam kesendirian. Ketika sendiri, saya hanya membuka diri pada hati kecil saya. Bertanya pada diri ini akan segala hal yang telah dan pernah saya lakukan bahkan menanyakan kesungguhan dri akan segala hal yang terencanan pada masa mendatang. Entahlah, saya seperti memiliki sosok lain di luar diri ini. Sosok yang tak terlihat kasat mata tetapi ia selalu memberikan wajangan yang juga tak bersuara layaknya siapapun yang bebas berbicara akan banyak hal tentang saya. Layaknya kebebasan yang saya berikan seluas luasnya pada siappun yang mau mengemukakan opini tentang diri ini ; di kata sombong, pembuat masalah (trouble maker), sosok yang menjengkelkan, sosok yang tak layak di dekati, apapun itu, silahkan ber-opini. Saya juga sudah lelah dengan wajah wajah manis penuh kepalsuan yang terlihat setiap saat bertegur sapa. Saya memilih untuk menyendiri, menikmati diri dengan segala yang saya punya. Bertemu dengan sosok sosok yang objectif dalam melihat, menilai dan menyatakan pendapat. Bukan sosok sosok yang mengaku eksklusif tetapi hanyalah seoonggok daging tanpa raga yang terlanjur tertutup hawa hasil tercela dan tindakan korupsi semata. Inilah hidup. Saya cukup kenyang akan banyak hal. Terlebih cemoohan. Tapi uniknya mereka yang mencomooh sebenarnya tak bisa berbuat lebih dari apa yang pernah saya lakukan atau dari apa yang mereka bisa lakukan ?. Uniknya, semakin banyak pribadi yang terlihat cantik dan tampan hanyalah luarannya saja. Tak semua yang mereka pertunjukkan melalui keindahan fisik adalah sebuah pernyataan benar dari personal mereka sebagai manusia. Bisa jadi iri hati akan dengki yang tak bisa mencapai apa yang orang lain capai. Bisa jadi apa yang telah dan akan saya perbuat menjadikan hambatan bagi mereka yang memang tidak bisa apa apa. Setidaknya, saya bisa menganalisa diri ketika sendiri. Menganalisa bahwa apa yang menjadi opini orang lain adalah tak sepenuhnya benar. Terlebih dari sosok sosok yang juga tak penting untuk di dengar. Bagaimana bisa menyimpulkan saya sombong sedang ia saja tak pernah bicara barang semenit pun pada saya ?, Bagaimana mungkin orang bisa bicara lantang tentang betapa ‘trouble maker’ nya saya padahal saya tak mengenal ia sehelai pun ?. sungguh sebuah arogansi yang terjadi ketika amarah yang berlebihan memuncak hingga menunjukkan betapa tak berkelasnya mereka dan tak sesuai dengan apa yang mereka agung agung kan akan ‘kelas’ mereka dalam kehidupan ini. Saya menikmati kesendirian dalam sebuah kenyataan. Merespon diri untuk tidak terlalu banyak bicara. Lebih mendengarkan. Lebih memilih menepi di antara kerumunan hura hara yang tak berkesudahan. Bisa jadi saya terlalu puas melihat wajah wajah palsu. Wajah wajah yang seolah bahagia padahal tidak. Terlihat cantik hanya karena make up. Terlihat cantik hanya di fisik tapi di hati busuknya bagai bangkai mati. Lebih baik saya sendiri saja. Mencumbui diri dengan segala keterbatasan dank e-tidak-tahu-an diri akan banyak hal.

Friday, November 23, 2012

KETIKA

Ketika iring iringan seketika tiba. Ketika itulah semua orang merasa bisa. Bisa berkata bahwa ketika mereka merasa maka seketika itu pula mereka bilang segalanya. Ketika sesuatu hal terjadi, seketika itu pula mereka mulai berdalih. Ketika mereka bilang mereka bisa, meski hanya kamuflase belaka. Ketika mereka mempamerkan kekuatan nya, ketika itulah terlihat kelemahan dan kedunguan mereka yang sesungguhnya. Ketika Make Up mereka benar benar nyata bukan hanya pada wajah tetapi pada hati dan jiwa. Ketika mereka tertawa hanya hiasan saja. Ketika semua yang tak henti hentinya mereka kata, bahwa mereka kaum adidaya. Mereka bilang ketika saya menyadari bahwa semuanya hanya sia sia. Ketika saya terjatuh di sanalah terlihat mereka menawarkan pertolongan atau hanya acuh tak acuh. Ketika saya berirama gempita mereka menertawakan dan bilang bahwa saya gila. Ketika saya dianggap tak lagi berguna mereka mulai mencari cari kata yang pantas untuk menggambarkan ketidak-berdayaan saya. Ketika saya di fikir pengganggu atau penghambat, bisa jadi esok saya akan di bunuh perlahan sampai saya merasa kesakitan dan kemudian di buang dalam lautan supaya mereka tetap jadi sosok yang di agung agungkan. Ketika itu pun mereka tak akan pernah sadar. Bahwa ketika mereka berkata semua hanya rekayasa. Hanya pemanis pelengkap hidangan tak ber-raga. Percuma ketika dulu kita bersama. Ketika . benar benar ketika.

Thursday, November 22, 2012

DUNIA PANGGUNG YANG MENDARAHDAGING

Setiap pribadi pasti memiliki hasrat terbesar dalam dirinya yang membuatnya selalu bersemangat untuk melakukannya. Entah itu Hobby, atau hanya sekedar senang, kemudian menjadikan sebuah hal sebagai passion terbesar dalam dirinya. Layaknya sahabat dan saudara saya yang bernama Erikson – yang sangat gemar mendaki gunung, bisa jadi 20-an gunung ia telah taklukkan. Dan di setiap pencapaiannya mendaki tersebutlah terdapat kepuasan bathin yang tak tergambarkan bahkan tak bisa di takar dengan nilai rupiah sekalipun. Nah, berkenaan dengan Passion atau hasrat terbesar saya, bisa jadi kegiatan atau dunia panggung, berbicara di depan audience, bernyanyi, di dengar, di tepuk tangani adalah sesuatu yang menjadikan gambaran jelas di benak bahkan menjadikan sebuah tantangan diri. Sama dengan rekan saya Erikson yang telah menaklukkan puluhan puncak gunung dan berhasil mengukir namanya disana. Saya pun telah cukup kenyang menjajal beragam jenis dan ukuran panggung, mulai dari hanya sepetak kain atau space yang di jadikan center of point meet atau panggung tanpa rangka hingga panggung megah berkekuatan lebih dari 500 ribu watt cahaya lighting. Kilatan beragam warna cahaya, hembusan gun smoke yang membahana, teriakkan audience yang terpancing dengan ucapan persuasive yang saya sampaikan, atau kesediaan penonton bernyanyi bersama saya ketika diri ini mendendangkan lagu. Kesemuanya menjadi sebuah satu kesatuan utuh yang tak terperikan lagi. Tak ada tandingnya passion yang terlukis jelas dalam benak dan kemudian terimplementasi menjadi sebuah hal nyata. Tampil di panggung, tentu telah sejak lama saya lakoni. Sejak awal almarhumah Mama ‘menceburkan’ saya dalam dunia perlombaan. Panggung demi panggung perlombaan kerap saya jajal. Mulai dari perlombaan menyanyi, deklamasi, puisi, pantun, pidato, drama musical, opera, teater, tarian dan sebagainya. Saya masih ingat bagaimana adrenalin terpacu bersama kekuatan degum jantung yang terus berdetak kenacang saat moment menaiki tangga panggung terjadi. Dentuman dada semakin bergolak hebat ketika seruan penonton membahana dan di tambah kilatan lampu yang terasa ‘menampar’ wajah dengan sengatan tak bersahabatnya. Tapi itu hanya lah hal kecil yang terjadi di awal. Tantangan selanjutnya adalah melakoni hal yang sesungguhnya di atas panggung. Terkadang dalam sikap professional sebagai penampil saya sering bermanipulasi dalam tugas yang di emban. Tak semua tugas yang saya lakukan tersebut sepenuhnya saya amini dalam hati. Tak semua yang saya pertunjukkan di hadapan audience adalah hal yang sebenarnya terjadi dalam diri. Ketika diri ini lelah, down, dan terkena masalah bukan hal yang tepat untuk menunjukkannya di depan banyak orang di atas panggung tetapi bukan hal yang baik pula jika saya mengurungkan tugas yang telah di beban kan pada saya atas kesanggupan saya sebelumnya. Dunia panggung, adalah sebuah seleksi paling adil dan jujur di dunia ini. Bayangkan, seorang penampil tidak akan bisa mengulangi penampilannya ketika ia melakukan kesalahan barang sekecil apapun. Sama halnya dengan seorang MC yang bisa jadi masih dapat berkelit ketika terjadi kesalahan yang tidak terlalu fatal on stage. Tapi seorang penyanyi tak akan bisa mengulang lagunya meski ia melakukan kesalahan nada atau fals dalam menyanyi. Begitulah kehidupan panggung yang sangat keras. Tak semua orang mampu berdiri di atas panggung sebuah acara dimana seluruh mata memandang dan menyimak apa yang di suguhkan. Para penampil penampil hebat akan sangat mudah menguasai massa. Dan pasti tak semua penampil bisa memegang seluruh kendali atau control massa dengan baik dan tepat. Tak semua penyanyi bersuara indah menyenangkan untuk di simak, tapi tak juga penyanyi bersuara biasa saja lantas di cuekin. Semua terjadi penseleksian secara alamai. Audience adalah juri yang paling adil se-adil-adil-nya tanpa adanya sogokan dari manapun. Seorang penampil seperti saya tentu bukan sebuah hal yang istimewa. Banyak yang jauh lebih tampan dan berfisik sempurna jauh dari apa yang saya miliki. Tapi saya sangat bersyukur dengan semuanya. Dengan bentuk dan ukuran fisik yang biasa ini lah justru saya bisa menjajal banyak panggung akbar dan berharga ketimbang rekan rekan saya yang berprofesi sama dengan saya dan memiliki penampilan fisik yang jauh lebih baik dari saya pula. Merunut dari apa yang saya pernah alami, sejauh ini saya cukup lega atas apa yang pernah saya alami. Pengalaman demi pengalaman berada di panggung besar, event akbar, bersama pelaku seni dan penampil hebat lainnya se jagat hiburan bahkan di direct dan di sokong oleh team work pelaksana event yang handal adalah sebuah kehormatan bagi saya. Tampil di beragam event pernikahan entah sebagai penyanyi kawinan atau memandu acara resepsi yang di hadiri banyak kalangan. Tampil di event besar berskala nasional bahkan internasional ; Tong Tong Festival di Den Haag – Amsterdam, Swiss, Belgium, Paris. Panggung Asin Youth Art Festival di Philippine. World Travel Fair di Seoul – Korea Kelatan, Taipei International Travel Fair – di Taipei – Taiwan, Sumatera and International Culture Expo di Singapore, Hongkong, dan India. Belum termasuk kehormatan saya ketika menyanyi di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di acara peresmian Kapal Jatra III. Memandu beragam acara pemerintahan di Bandar Lampung dan tentu menjadi bagian event event besar di tingkat Nasional. Dari beragam kesempatan dan pencapaian yang saya raih dan dapatkan tentu tak membuat saya berhenti untuk terus berhasrat ada di atas panggung pertunjukan yang jauh lebih besar, lebih megah dan lebih menantang lainnya. Saya tentu tak pernah berhenti memasang passion saya dalam diri dengan beragam keinginan yang tentu saja merupakan bagian dari semangat saya yang seperti melecuti diri saya setiap hari. Tampil di panggung dan bertugas menghibur banyak orang yang hadir adalah sebuah kesenangan yang tak tergambarkan dengan ungkapan kalimat bahkan dengan nilai rupiah sekalipun. Kepuasan saya ketika audience me-respon apa yang saya suguhkan dan kemudian pihak penyelenggara memberika kalimat suka dan puas dengan apa yang terjadi terhadap event yang mereka buat dengan melibatkan saya adalah sebuah pencapaian tersendiri.

AWAN BERARAK

Lihat gugusan putih di awan biru pualam Berarak mengarah ke selembar dahan yang bsuram tak ber-rupa Warnanya tak begitu putih biasa. Awannya cukup kelam untuk nuansa sore yang tak biasa. Lirih berlalu perlahan. Ia tanggalkan semua kemegahan. Meski tak selamanya. Meski tak berarti dia bernyawa. Tak juga ia tertawa. Ia diamkan segala lolongan anjing anjing buduk yang suka berlagak bersih. Tak sebersih lagi diri yang hanya kulit dan tulang. Sore itu, Awan terlihat berarak. Tak lagi riak gemilang. hanya lirih perlahan. benar benar perlahan tetapi terencana dalam rotasi warna.

Tuesday, November 20, 2012

INVESTASI TERBAIK SAYA PADA ANAK.

Golden Age pada anak adalah masa dimana tumbuh kembang sempurna yang butuh pendampingan orang tua. Demikian setidaknya sepenggal kalimat yang pernah saya baca di sebuah buku. Dulu, di masa kecil, masih kuat dalam ingatan saya hingga kini, sosok Mama yang selalu bersemangat 45 ketika ada perlombaan menyanyi, deklamasi, lomba menari daerah, lomba pidato - pokoknya semua lomba lomba yang menampilkan diri dan menggunakan suara dan tampil di hadapan orang banyak. Dari semua lomba lomba tersebut, Mama selalu membujuk saya untuk ikut serta. Tak semua bujukannya berhasil. Mama kerap mengiming-imingi saya dengan baju, sepatu atau celana baru jika saya berkenan ikut perlombaan yang ia sarankan. Kadang, Mama sering melakukan ‘tekanan’ ala orang tua pada anak nya. Tapi tidak ada tekanan yang kasar atau ‘main tangan’. Semua yang Mama lakukan masih dalam batas normal. Singkatnya, semua hal yang dulu saya fikir percuma saja Mama lakukan ternyata berhasil. Hasrat Mama yang ingin saya tidak canggung tampil di depan umum ternyata benar benar berhasil. Saya ingat sekali bahwa Mama tidak pernah menargetkan saya untuk menang. Mama, adalah sosok yang selalu mendorong saya untuk ikut perlombaan demi perlombaan tetapi tidak pernah pasang target. Mama selalu bilang ..”Mama mau lihat anak Mama keren di atas panggung.” – hanya itu kalimat yang selalu ia tekankan pada saya sebelum naik panggung. Setidaknya ketika beranjak besar, - SD, SMP, SMK, dan masa masa Kuliah, Saya benar benar menjadi sosok yang berprestasi dan bisa berdikari dengan segala bakat ‘dunia panggung’ yang semuanya adalah jasa besar almarhumah Mama sejak saya kanak kanak dulu. Kini, ketika Saya sudah memiliki tanggungjawab mendidik dan membesarkan 3 orang anak bersama Istri saya sebagai partner hidup, saya kemudian berkeinginan melakukan penerapan serupa pada anak anak saya, sama dengan yang almarhumah Mama dulu terapkan pada saya. Nyaris dalam sepekan, saya memiliki rutinitas mengantarkan anak saya ke tempat kursus atau les nya. Dalam pemilihan kursus, mengingat anak saya masih belia, saya menekankan pada keharusan untuk menguasai 3 hal yang harus ada dalam tumbuh kembang mereka di masa golden age. Semua anak anak saya pada masa dan tingkatan kemampuan mereka musti masuk dalam les Keagamaan (Mengaji), Kesenian (main music – Piano) dan Olah raga (renang, jogging, main bola, dsb). Pemilihan 3 hal keharusan pada anak anak saya bukannya tanpa alasan. Unsur agama yang kuat sejak kecil merupakan pondasi penting untuk kehidupan kelak. Saya sangat yakin bahwa kegamangan dan kekuatan diri ketika bertumbuh kembang dalam kehidupan di tentukan oleh pondasi agama. Keimanan seseorang di perkuat oleh agam yang mereka anut. Mengaji adalah keharusan bagi anak anak saya, Putra sulung saya – Abang dan Putra kedua saya – yang di sebut Koko, setiap sore menghabiskan waktu 2 jam (15.00 s/d 17.00 WIB) di musholah terdekat untuk mengaji dan tergabung dalam TPA (Taman Pendidikan Al Quran), untuk kegiatan mengaji yang terjadwal seminggu 6 kali ini. Untuk kegiatan antar jemput mengaji ini, Istri saya lebih memegang peranan penting. Karena jam belajar mengaji sore hari sehingga terkadang tak setiap sore saya ada di rumah, dikarenakan kesibukan lain seusai kerja rutin di kantor. Selain Istri saya mengambil tugas antar jemput, ia juga turut menunggui layaknya menunggui Putra kedua – Koko, di Sekolah Taman Kanak Kanak. Hanya ketika Senin atau Selasa sore saja terkadang saya menyempatkan untuk menyimak kegiatan mengaji anak anak saya di mushollah sekaligus melakukan perbincangan dengan Ustad Abi Saiful – Guru Mengaji di TPA, guna mengetahui perkembangan dan hambatan pada anak saya secara personal. Hal kedua setelah Les Mengaji, Les Musik juga wajib di lalui oleh ketiga anak saya. Untuk Saat ini , - mengingat tingkat kesiapan dan kematangan pada usia dan materi les hanya si Abang (putra sulung) saya yang melakukan les Piano setiap hari Jum’at siang. Keputusan saya dan Istri memberikan pendidikan music pada anak dikarenakan anak anak harus di asah jiwa sensitivitasnya. Banyak anak anak kecil yang saya temui terlanjur di besarkan dengan didikan kekerasan ; main games perkelahian, nonton film action huru hara dan tak bermakna, dan lain sebagainya. Jadi memasukkan unsur musikalitas pada jiwa anak memberi jiwa empati dan antusias yang cukup baik ketimbang anak anak yang tidak di bekali musikalitas atau anak anak yang musikalitasnya salah, yakni anak anak yang tumbuh dengan musik yang tidak sesuai usia mereka sebagai anak anak. Untuk kursus musik si Abang, saya harus mengantar langsung, saya memang tidak percaya dengan jasa ojek atau antar jemput pihak lain selain keluarga dekat. Pertama karena saya tidak ikhlas jika anak saya terkena asap rokok dari para pengemudi kendaraan yang mengantarnya, kedua saya memang tidak mudah percaya pada orang lain untuk urusan anak. Bagi saya urusan anak, adalah urusan pribadi diri saya sebagai ayah yang harus di tata dengan hati bukan hanya dengan otot atau emosi. Saya juga kerap mengalah dengan jadwal les piano si Abang. Saya pernah izin datang terlambat di meeting karena harus jemput anak saya di tempat les, bahkan saya pernah izin tidak masuk kerja karena harus mendampingi anak saya ujian kenaikan grade piano nya pada jam kerja dengan penguji yang langsung datang dari Sekolah Musik di Inggris. Tambahan kemampuan ke tiga yang harus di miliki anak saya selain Mengaji dan Musik adalah Olah Raga. Untuk yang satu ini, saya dan istri sepakat memasukkan Les Renang dalam daftar olah raga anak anak selain kegiatan olah raga jogging dan main bola di week end yang senggang. Untuk Berenang biasanya saya dan istri memboyong ke tiga anak untuk renang di beberapa kolam renang di beberapa hotel di Bandar Lampung. Seminggu 2 kali cukup untuk kegiatan berenang. Tetapi si Abang dan Koko (panggilan akrab untuk ke dua putra saya) sengaja saya masukkan les berenang di Kolam Renang Stadion Pahoman setiap Rabu dan Sabtu sore. Untuk Les renang ini pun saya langsung yang mengantar – menunggui dan membawa mereka pulang kembali. Terkadang, saya sempat merasa lelah yang besar ketika melakukan aktivitas antar jemput kursus anak anak di sela kegiatan utama saya sebagai Pegawai di sebuah kantor. Belum lagi di tambah dengan kegiatan rutin tugas kedinasan dan kegiatan sampingan saya lainnya sebagai MC, Penyanyi kawinan, dan Pengajar serta keterlibatan saya di beberapa organisasi kepemudaan di Bandar Lampung. Tapi, bagi saya dan istri memberikan anak bekal sejak dini berupa kursus kursus yang bermanfaat tersebut merupakan investasi besar yang sangat berharga. Istri saya juga lebih ekstra, selain mengurusi langsung asupan gizi ke tiga anak dan saya tanpa campur tangan pembantu ia juga menjadi bagian antar jemput anak saya yang TK juga berperan ganda sebagai seorang sosok pebisnis rumahan yang piawai di bidangnya. Bagi saya dan istri, misi kami mengarahkan kemampuan anak anak sejak dini adalah sebuah keharusan. Potensi anak musti di gali dan kemudian di arahkan pada minat dan bakat masing masing personal. Saya dan istri tidak sepakat jika anak di biarkan tumbuh naluriah saja. Karena anak anak tak akan pernah tahu apa yang mereka butuhkan di masa mendatang jika kami sebagai orang tua tidak membekalinya kemampuan sejak dini. Sama halnya dengan kemampuan yang saya miliki kini adalah sebuah ‘lecutan’ terbaik yang saya dapat dari sosok Mama yang hebat sejak saya kecil dulu. Mama benar benar pintar mengasah dan mengarahkan bakat saya. Dan begitu pun yang akan saya dan istri lakukan pada ketiga anak anak saya sejak mereka kecil. Saya sudah melihat adanya bakat bakat serta kecenderungan minat tertentu pada anak anak saya sejak mereka berusia 3 tahun. Sejak mereka bisa bergaya, bersenandung dan menunjukkan gerak gerik yang atraktif. Terkadang saya tak habis fikir jika ada orang tua yang dengan tega hidup terpisah dari anak anak mereka yang masih belia dan golden age hanya karena tuntutan pekerjaan dan alasan mencari rezeki. Bagi saya setiap anak ada rezekinya masing masing, dan setiap orang tua memang di haruskan bekerja ekstra keras tanpa pernah menyampingkan kebutuhan anak. Kebutuhan anak bukan hanya untuk makan dan minum semata, tetapi juga tugas orang tua untuk mengarahkan, mendidik dan membimbing anak anak untuk jadi sosok sosok terbaik kelak dengan bekal kemampuan individual. Karena jika anak anak kita tidak ada peningkatan pada personal dan kehidupan mereka kelak di banding dengan kita sebagai orang tua, berarti orang tua nya gagal membentuk anak nya menjadi lebih baik. Dan untuk hal ini, saya menganggap almarhumah Mama sungguh berhasil menjadikan saya pribadi yang jauh lebih baik. Dengan pencapain yang kini saya dapat cukup sesuai dengan apa yang ia harapkan dulu. Setidaknya sebelum 29 Juni 2002 Mama meninggal karena kecelakaan, ia sempat mengucapkan langsung pada saya akan kebanggaannya pada saya – Putra Sulungnya yang telah menorehkan banyak prestasi di bidang Menyanyi, MC dan hal hal lain yang semuanya menggunakan kemampuan berbicara dan tampil di depan umum. Sama persis dengan bisikan Mama yang dulu selalu saya dengar sebelum naik panggung perlombaan …”Mama mau lihat anak Mama keren di atas panggung.”

Sunday, November 18, 2012

SADAR WISATA DI PULAU PASARAN

Suasana siang yang cukup sejuk. Sengat matahari tak begitu gagah bertengger di kepala. Hembusan air laut dan aroma amis hasil tangkapan nelayan masih melekat di beberapa bale bale bambu dan jembatan ala kadarnya yang terbentang cukup kokoh yang menghubungkan kelurahan Kota Karang dengan tambatan perahu perahu nelayan yang di komersialkan untuk mengangkut penumpang dari dan ke Pulau Pasaran. Pulau Pasaran, yang kini masuk dalam teritori Kecamatan Teuk Betung Timur – sebuah kecamatan baru hasil pemekaran dari kecamatan Teluk Betung Barat. Pulau Pasaran juga merupakan bagian dari kelurahan Kota Karang ini memang terletak terpisah dengan luas tanah semula 2 hektar. Seiring dengan berkembangnya zaman dan pertambahan penduduk, Pulau Pasaran memperluas wilayahnya dengan mempondasi batu karang yang tak lagi berfungsi baik sebagai pijakan lahan tempat tinggal dan berkehidupan. Kini, luas Pulau Pasaran telah menjadi 14 hektar.
Apa yang menarik dari Pulau Pasaran ? Pulau yang condong mengarah di bentangan Pesisir Teluk Lampung ini sangatlah menarik untuk di kunjungi. Selain di tetapkannya sebagai lahan industry pengeringan olahan hasil laut, Pulau Pasaran juga merupakan titik NOL Destinasi Pariwisata Kota Bandar Lampung. Sehingga di harapkan Pulau Pasaran dapat menjadi tolak ukur kejuan kepariwisataan Kota Bandar Lampung dalam sector Wisata Bahari dan juga Wisata Minat Khusus.
Nah, kedatangan saya pada Minggu (18/11) lalu di Pulau Pasaran, tidak sendiri. Saya bersama beberapa rekan dari kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung mengemban misi dalam rangka melaksanakan program Bimbangan Masyarakat Sadar Wisata. Kegiatan ini merupakan implementasi secara langsung dari sosialisasi Sadar Wisata dan juga Sapta Pesona di kalangan masyarakat. Pemahaman masyarakat Pulau Pasaran yang rata rata belum begitu memahami potensi wilayah Pulau Pasaran sebagai object wisata harus di bangun dengan wawasan kesadaran akan potensi dan juga sadar wisata pada seluruh lapisan masyarakat. Sadar Wisata yang di maksud bukan hanya pada aspek kesadaran akan kepariwisataan semata teapi lebih pada kesadaran para masyarakat di sekitar PUlau Pasaran untuk menerapkan konsep Sapta Pesona yang menjadi tolak ukur mutlak keberhasilan program kepariwisataan. Kegiatan Sadar Wisata. Kondisi Pulau Pasaran saat ini tentu saja sudah cukup lebih baik ketimbang pada kunjungan saya beberapa tahun lalu bersama team dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung. Jika pada tahun sebelumnya saya dan team melakukan kunjungan survey dan juga pemetaan potensi wisata di Pulau Pasaran, kali ini saya dan team memberikan arahan secara berkelanjutan akan pentingnya sadar wisata di Pulau Pasaran pada masyarakat sekitar. Kegiatan pada minggu yang cerah tersebut di buka secara resmi oleh Ibu Ferry Yusticia,SH.MM, selaku Pelaksana Harian dari kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung. Selain itu menghadirkan juga pak Yaman Azis dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung, selaku narasumber yang memang piawai memberikan arahan dan bimbingan seputra peningkatan sadar wisata di kalangan masyarakat. Kegiatan yang telah di persiapkan sejak Sabtu itu kemudian di isi dengan brain storming peserta kegiatan yang melibatkan para tokoh masyarakat dan pemuka agama di Pulau Pasaran dan juga pembentukan Kelompok Sadar Wisata yang melibatkan 25 pemuda pemudi di Pulau Pasaran yang kelak di harapkan mampu menjadi garda depan dari pelaksanaan Sadar Wisata dan Sapta Pesona di lingkungan kehidupan bermasyarakat di Pulau Pasaran.
Pelatihan yang berlangsung hingga sore hari tersebut sangat efektif sebagai bagian dari peningkatan Mutu dan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Sore yang indah dengan suasana sejuk menemani pelayaran sesaat kami dari Pulau Pasaran ke Kelurahan Kota Karang. Aktivitas sore di sekitar Pulau Pasaran menjadi pemandangan seru dan sungguh sebuah wisata mata yang langka. Segerombolan anak anak bermain air, terjun dari kapal dan berenang tanpa beban. Sekelompok nelayan yang bersiap meretas rezeki dengan berlayar di lautan mencari ikan, ibu ibu berbaris mengangkat jemuran ikan asin dan teri dan para remaja yang saling bahu membahu membantu orang tua mereka di pinggiran dermaga. Indahnya Pulau Pasaran setidaknya sejenak memberikan keleluasaan benak dan imajinasi saya akan sebuah kehidupan bersahaja di tengah perkotaan Bandar Lampung yang terkadang penuh kamuflase dan hedonisme. Kelak saya akan ke Pulau Pasaran lagi, terlebih untuk menindaklanjuti kelompok Sadar Wisata yang terdiri dari remaja putra dan putri asli Pulau Pasaran yang akan jadi teman teman baru saya kemudian.