Friday, September 14, 2012

TEMANKU, BUKAN TEMANKU

Kemarin, saya mencoba menikmati berjalan kaki dari rumah menuju keramaian perempatan jalan yang berjarak lebih kurang 1 kilometer. Kemarin malamnya lagi, saya malah men-suggest diri mendapatkan ide segar dengan cara menikmati kesendirian di balkon belakang rumah dan berfikir banyak hal nyaris 4 jam.!! Hahah. Saya memang sering melakukan hal hal yang biasa saya anggap sebagai ritual dalam dunia indra yang bersifat spontan bahkan jauh dari perkiraan saya atau siapapun sebelumnya. Saya suka hal hal yang mendadak untuk menguji adrenalin agar lebih berani terhadap apapun yang sekiranya nanti datang secara tiba tiba dalam jejak langkah kehidupan ke depannya. Dalam kesendirian, saya kerap menemukan kenyamanan. Sebuah kenyamanan untuk lebih mengenal diri sendiri lebih baik lagi. Setidaknya hal tersebut adalah bagian dari upaya mengenal diri sendiri jauh lebih baik ketika saya bersama teman teman. Bicara tentang teman teman, terkadang tak semuanya bisa di andalkan ketika kita memang membutuhkan partner bercerita. Saya, kerap hanya bisa berdiam diri. Tak banyak yang bisa saya ucap atau utarakan lebih banyak ketika menghadapi situasi sulit. Nikmati kesulitan dan cari jalan keluar adalah upaya mengembangkan diri sendiri tanpa perlu bantuan orang lain. Dan jika ‘mentok’, maka keluarga adalah bagian terakhir dari pencarian solusi. Saya, seperti yang orang lain tahu, nampak terlhat banyak teman. Dan itu memang benar. Saya juga kerap menghabiskan waktu berjam jam bersama teman. Tapi tidak semua sosok yang ada ketika kebersamaan tersebut benar benar ada ketika kita butuh. Bukan butuh apa pun, hanya butuh ingin di dengar, di temani untuk berbagi dan bercerita banyak hal. Saling menanggapi satu sama lain, dan syukur syukur jika bertemu solusi. Hahaha…. Tapi zaman ini, bukanlah lagi bisa di kata sebagai zaman solidaritas. Karena tak semua yang kita lakukan memang akan di anggap baik oleh orang lain. Terkadang apa yang telah kita lakukan di dulu kala, dianggap hanya sia sia dan tak berguna di waktu kini. Begitu pula dengan banyak kisah dan pengorbanan yang tercatat sebagai bagian yang tak biasa malah berakhir hampa dan hilang tanpa bekas. Begitulah pertemanan kekinian. Sebuah hubungan yang bisa jadi hanya sebagai persinggahan kala suka tapi sebagai jalan menghindar kala duka. Bisa jadi pula hal hal kecil kemudian tak jadi persamaan kedua belah pihak sehingga ketika hal besar hadari tak begitu menjadi perkara besar. Karena segalanya akan berakhir jadi kisah. Hanya sekedar kisah. Dan akhirnya, sampai pada kesimpulan melegakan untuk diri sendiri. Saya hanya bisa berucap syukur bahwa saya masih punya keluarga yang sangat menyokong dalam banyak hal. Dan yang paling penting saya punya kekuatan yang berasal dari dalam diri. Sehingga saya masih bisa melakukan apapun yang saya anggap baik untuk diri ini. Saya masih bisa mengontrol segala kondisi yang datang dan pergi dan hinggap dalam jiwa. Ada yang baik. Tapi banyak pula yang tidak baik. Pertemanan hanyalah datang ketika ada yang membutuhkan. Ketika kebutuhan di rasa tak lagi perlu maka sesegera mungkin gelar ‘teman’ akan hilang tersapu debu. Begitu pula dengan kisah kisah yang lain. Teman, tak ada. Sahabat pun tak lagi percaya. Andalkan diri sendiri saja. Itu yang utama.

No comments:

Post a Comment