Wednesday, October 20, 2010

AYAH KU, BUKAN AYAH MU.

..............
" Nak, Ayah tidak punya pengalaman menjadi Ayah sebelumnya. 
Jadi, Jika ada yang kamu tidak suka pada Ayah, Katakanlah ...
Karena Ayah akan Sangat senang mendengarkannya."

.............

Penggalan kalimat tersebut selalu saya lontar kan pada anak - anak saya.  Untuk mengingatkan bahwa mereka punya hak untuk protes, punya hak untuk marah pada Ayah nya.  Jika saya sebagai Ayah mereka di rasa tak sesuai dengan keinginan mereka.

Saya menerapkan hal itu atas dasar kesadaran bahwa saya tidak akan pernah bisa maksimal dalam mendidik anak - anak saya.  Bersama istri tercinta - meski telah semaksimal mungkin,  terkadang ada banyak hal yang menjadikan kendala ketidaksesuaian antara pemikiran anak dan keinginan orang tua.

Kemudian saya kerap melihat diri saya dalam bingkai masa kecil saya dulu.  Masa kecil yang tidak hanya dapat merasakan kasih sayang tapi juga beragam hal pahit secara bersamaan.  Dalam usia 7 tahun saya kerap melihat pertengkaran ayah dan ibu saya tapi kemudian berbaikan lagi dengan  mesranya.  Dan kemudian ketika usia 9 tahun, pecahlah pertengkaran menjadi sebuah perpisahan antara keduanya.  Dan sejak urusan perceraian tersebut.  Total saya tak pernah bertemu lagi dengan Ayah.  Sosok yang seharusnya memberi kan gambaran menyeluruh tentang pribadi lelaki tak ada dalam kehidupan saya.    Ayah lebih memilih meneruskan hidupnya dengan wanita barunya.

Saya masih ingat betapa saya menginginkan sosok Ayah ada di samping saya ketika melihat teman teman saya di dampingi Ayah mereka mengambil raport kenaikan kelas.  Saya  juga hanya dapat berpuas diri jadi penonton ketika lomba Ayah dan Anak dalam perayaan  peringatan 17 Agustus setiap tahunnya.  Tapi kemudian saya tak tinggal diam. Saya kerap mencari cari sosok Ayah dari beberapa pria dewasa yang saya kenal.  Paman, kakak sepupu bahkan Guru kerap saya jadikan panutan atas kelakukan baik mereka didepan mata saya.  Jadilah masa - masa pencarian jati diri dan figure  Ayah terus bergerak sampai pada saya tumbuh remaja dan dewasa.  Beruntung saya punya teman - teman yang baik.  Teman - teman yang menguatkan dan mendesawakan saya melalui perilaku dan tindakan yang sering terjadi selama  pertemanan tersebut.  

Lebih dari 10 tahun berlalu.  Sejak pencarian sosok Ayah yang ideal.  Banyak pelajaran yang saya dapat.  bahkan buku - buku yang saya baca atau Biografi para tokoh panutan cukup memberi dampak yang baik pada pemahaman saya tentang Ayah yang baik.

Kini, Keindahan bekal yang saya miliki, terus saya curahkan pada para junior saya.  Penerus generasi saya selanjutnya.  anak - anak saya, tumpuan hidup,  kekuatan saya untuk bergerak dan berkarya.  Semangat dan detak jantung yang memacu kehidupan kearah lebih baik.



Anak ku,
Ayah mu bukanlah orang yang sempurna, karena aku tak pernah mengetahui mana yang baik terlebih kata sempurna yang tak akan pernah ada.  Tapi Aku akan berusaha sekeras jiwa dan  sekuat raga untuk menjamin kalian mendapatkan yang terbaik yang Ayah bisa.
Ayah bukanlah seorang yang kaya raya hingga dapat memuaskan keinginan duniawi kalian.
Ayah pula bukan seorang yang terkenal hingga bisa memberi kalian pelayanan kelas satu di bumi ini.
Tapi ayah punya hati, punya semangad dan punya banyak hal yang telah Ayah persiapkan untuk membawa kalian sebaik mungkin kearah yang tidak akan sama dengan Ayah dapatkan saat Ayah seusia kalian dahulu.
Karena Ayahmu bukan seperti Ayahku.

2 comments:

  1. aaaaaaaaa like this dah kata2 nya.....
    keren kak....

    (..............
    " Nak, Ayah tidak punya pengalaman menjadi Ayah sebelumnya.
    Jadi, Jika ada yang kamu tidak suka pada Ayah, Katakanlah ...
    Karena Ayah akan Sangat senang mendengarkannya."

    .............)

    ReplyDelete
  2. Thanks Ojosh..I Just Try my best for my Kids ...kkep contact Ojosh ...hehhehe

    ReplyDelete