Thursday, October 21, 2010

SLAMET RIYADI

Dunia remaja datang dengan begitu indahnya.  Setidaknya saya  punya dunia baru ketika masuk Sekolah Menengah Pertama.  Sebuah dunia yang menyita perhatian saya sangat dominan di banding kekesalan saya akan perpisahan kedua orang tua.  Meski kala itu,  masa SMP saya habiskan di rumah uak - Kakak nya Ibu, di desa Tulung Buyut, Kecamatan Sungkai Utara , Kabupaten Lampung Utara.  Banyak kesenangan yang saya dapatkan.  Keluarga Uak yang saat itu saya tinggali sangat mendidik dan mengarahkan saya kearah yang jauh lebih baik dari sebelumnya.  Saya percaya bahwa masa remaja yang saya alami di bawah tuntunan Uak saya tersebutlah yang  membuat saya menjadi pribadi yang dewasa. 

Masa masa SMP yang indah sangat mendominasi pertumbuhan saya.  meski dari rumah uak ke sekolahan harus berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer tapi segalanya jadi indah.  Ada kebersamaan dengan rekan rekan yang juga mensupports satu sama lain.  Kebayakan dari kami yang bersuku Ogan Komering Ulu dan Lampung cendrung menyindir teman dengan ejekan yang berirama. Layaknya sebuah pantun yang di lontarkan untuk menghina atau mengejek kelakukan buruk teman.  Terkadang celaan itu malah menjadikan hiburan tersendiri semasa berangkat maupun sepulang sekolah.


Masa SMP juga saya manfaatkan dengan menikmati ekstra kulikuler yang setidaknya bisa menghabiskan setengah waktu luang saya selain bermain ke kebuh Uak yang luas.  Saya sangat lemah sekali di pelajaran hitungan.  Matematika adalah pelajaran menakutkan bagi saya sejak di bangku Sekolah Dasar.  Tapi ada pelajaran yang membuat semnagad saya selalu bergejolak ketika memulainya, ;     Kesenian.

Seorang Guru berperawakan kecil tinggi berambut keriting tapi tak lebat, selalu  membuat saya antusias berlama lama memandangi kepiawaiannya.  Ia memulai pelajaran kesenian dengan mengajak murid murid bernyanyi lagu lagu terbaru yang pada umumnya di sukai oleh seisi kelas.  Barulah ia memulai dengan menjelaskan teori not not angka dan balok, yang padahal ada unsur itung itungan layaknya matematika.  Tapi saya selalu terperangah kagum ketika not not itu di terjemahkan dalam  jentikan jari jemari yang menghasilkan alunan melodi yang luar baisa indahnya. Sempat saya terpaku dan kemudian tak sadar menitikkan air mata ketika mendengar guru kesenian saya mendentingkan beberapa bait melodi lagu  'Syukur'... Alamak...indahnya.


Slamet Riyadi.
Itulah nama Guru Kesenian ku yang jika bicara logat jawa medoknya terangkum indah dengan teori seni yang menggoda.  Kekagumanku selalu bertambah pada beliau ketika ia telah begitu elegannya memainkan not not pada piano kecil di Laboratorium Musik di sekolah kami.  Setiap pelajaran musik, saya selalu ada di barisan depan  bersama teman teman yang juga antusias seperti saya. Hingga tibalah satu hari yang kemudian membuat saya memiliki andil untuk turut membanggakan Sekolah.


" Selamat Siang anak - anak .."  Ucap Pak Slamet memulai kelasnya.
" Hari ini, saya akan mencari satu di antara kalian yang mampu menyanyikan sebuah lagu berjudul 'Tanah Airku' dan akan mewakili sekolah kita untuk berlomba pada ajang  Festival Lagu Nasional tingkat Kabupaten.
jadilah satu persatu kami di test di depan kelas.  Lagu tersebut memang tidak asing.  Kami satu sekolah telah di perdengarkan bahkan mempelajari lagu tersebut sebelumnya.
Setelah beberapa teman sekelas mencobanya termasuk saya.  Pak Slamet kemudian berucap  ..." Memang belum ada yang mendekati baik, tapi ada beberapa orang yang akan  saya latih agar mencapai taraf lebih baik lagi.."  sungguh bijak ucapan pak Slamet.
" Baik saya minta ...pada ...Sherly, Rima, Dana, Andri dan Indra , untuk ke Lab. Seni sepulang sekolah siang ini.."       Astaga... nama saya ada diantaranya.


***

Sepulang sekolah, seperti yang tadi di umumkan di depan kelas, saya dan beberapa teman bergerak menuju Lab seni.  dan pak Slamet telah mempersiapkan segalanya.  ia langsung mempersilakan kami duduk dan kemudian mendengarkan teori bernyanyi yang segera di transfernya pada kami melalui beragam contoh.  Ia juga mempersilakan kami menyanyi satu persatu, dan satu persatu pula ia perbaiki.  termasuk saya yang memiliki kekurangan disana sini.
" Kalian punya  dasar suara yang baik..." ucap pak Slamet menyemangati kami
" Tapi  kalian belum tahu bagaimana mengolah suara baik kalian itu menjadi sesuatu yang mempesona." lanjutnya kemudian.
Jadilah beberapa menit selanjutnya, pak Slamet menerangkan tehnik  bernyanyi yang menururtnya lebih baik dari yang kami miliki. Saya dan teman - teman terperangah bukan kepalang dengan teori teori bernyanyi yang ternyata tak mudah untuk di terapkan.  Nafas Diafragma, Freshing, Dinamika, Intonasi, Improvisasi.  Semua hal tentang bernyanyi.  Saya juga baru tahu ternyata menyanyi ada tehniknya.

Sejak itulah,  saya dan teman - teman selalu bersemangat  berlatih.  Terlebih pak Slamet menjanjikan akan memilih satu dianatara kami semua di minggu kedua setelah kami di lihat perubahan dalam bernyanyi setiap harinya.  Ya Tuhan... betapa baiknya pak Slamet yang meu menstransfer ilmu bernyanyi yang ia ketahui pada kami anak anak kampung yang hanya mengerti bermain dan berteriak terik dengan nada nada berantakan tapi kami anggap sudah sangat merdu alang kepalang.   Sejak itu pula saya bertekad harus mempu lebih baik lagi.  Harus ada senyum bangga di wajah pak Slamet pada saya atas ilmu yang telah ia berikan.  Dan penerapan nya akan saya laksanakan setiap sore di atas pohon di  kebun Uak.

No comments:

Post a Comment