Sunday, October 17, 2010

TAK ADA YANG SALAH DENGAN PERCERAIAN.

APA KABAR DUNIA..?!!!



Sabtu lalu, saya berkesempatan hadir pada sebuah pertemuan mahasiswa tingkat awal pada kampus saya.  Sebagai seorang dari kampus tersebut tentu saya di beri kesempatan berbicara di depan aula pada pertemuan tersebut.  Pertemuan itu sebenarnya adalah sebuah event yang di buat oleh pihak kampus untuk mempertemukan antara mahasiswa baru dengan para alumni yang beberapa di antaranya dianggap telah memiliki pengalaman di bidang pekerjaan yang di geluti.

Tapi tidak dengan saya.  Meski saya di undang untuk memberi motivasi. Sama dengan rekan alumni lainnya.  Tapi kesempatan itu justru saya buat untuk mendengar apa yang mereka inginkan dari menuntut ilmu di kampus tersebut. Di kesempatan awal pembukaan kalimat,  saya melihat wajah wajah para dosen yang duduk berbaris di depan nampak  terkejut.  Bisa jadi mereka takut  waktu 1,5 jam yang di berikan pada saya malah jadi ajang curhat antara Senior dan Junior.  Tapi  melalui bahasa tubuh , saya yakinkan tidak seperti itu jadinya nanti.

Dan respon menarik terjadi ketika beberapa mahasiswa mengungkapkan keinginannya berkuliah untuk membahagiakan orang tua. Lalu ada pula yang lebih spesifik mengatakan bahwa karena orang tua mereka bercerai lantas ia ingin menunjukkan bahwa semangad nya tidak akan pudar meski orang tua mereka berpisah.  Namun ada pula yang mengungkapan  kekesalannya akan perpisahan yang terjadi pada orang tuanya.

Dalam diskusi panjang akan sebuah keinginan para mahasiswa baru tersebut, terselip getir di jiwa saya.  Bagaimana tidak.  Secara tidak langsung, ungkapan demi ungkapan yang mereka lontarkan seolah mengarah pada diri saya pribadi.  Mengusik ketenangan yang telah saya persiapkan sejak beranjak dewasa kala itu.  Sesuatu yang sebenarnya tak ingin saya perluas,  karena hanya akan menyakitkan hati meski ada banyak hal positif di balik itu semua.



Kala itu, Indra kecil masih di bangku kelas 4 Sekolah Dasar.  Dan jauh sebelum itu - sepengetahuan saya, ada banyak pertengkaran yang terjadi pada kedua orang tua saya.  Saat itu saya punya 3 orang adik yang  masih kecil kecil dan pastinya tak memahami apa yang terjadi pada Ayah dan Ibu saya. Hanya saya yang cukup memahami keributan kecil yang kemudian membesar yang terjadi antara Ayah dan Ibu.  Hingga hal langka yang dulu kerap saya simak di layar kaca, Terjadi.  Perpisahan anatara Ayah dan Ibu saya tak bisa di elakkan.  Kesal dan Benci awalnya melilit saya.  Berkali kali saya membenci Ayah dan Ibu akan perceraian tersebut.  Wajar, karena saya tak mengerti dengan persis apa yang terjadi antara mereka berdua.  Mereka dua orang dewasa yang pasti punya pemahaman sendiri.  - Hal ini terjadi bertahun tahun setelah hal itu terjadi.

Ada banyak Perceraian di muka bumi ini.
Ada juga banyak alasan mengapa hal itu terjadi.
Ada perbedaan prinsip (mungkin), atau ada perbedaan dari sebuah pandangan yang bisa jadi tak bisa di selaraskan lagi dalam kehidupan rumah tangga.

Bukan bermaksud untuk menelanjangi kasus yang di hadapan Tuhan tak di sukai.  Tapi menurut saya, lebih baik berpisah - jika memang tidak bisa bersama dengan baik dan semestinya- dari pada berbohong atau malah melakukan hal melanggar di balik pasangan selama kehidupan pernikahan pura pura tersebut.  Saya salah satu anak yang bersyukur dengan terjadinya perpisahan antara Ayah dan Ibu saya - meski rasa  'legowo' itu saya dapatkan ketika saya beranjak ke bangku kuliah.  Lama buat saya dapat memahami yang sebenarnya terjadi.  Bukan waktu singkat untuk saya mengerti akan sebuah keputusan perceraian yang Ayah dan Ibu ambil kala itu.  Hanya satu hal yang terus saya ingat bahwa perceraian itu kemudian  menguatkan saya.  Menguatkan sebagai anak lelaki tertua dari 3 adik adik saya (kala itu).

Perlahan - seiring waktu,  saya kemudian memahami segalanya.  Ibu saya -yang kala itu saya tahu sekali kegigihannya.  Mengurus kami anak anaknya sebagai seorang single mother. Lebih dari itu,  yang saya alami juga bahwa Ibu benar - benar sempurna mengurus kami.  Meski dalam banyak hal kami merasa ada kekurangan (kekurangan yang tak sama dengan temen-teman kami yang memiliki orang tua lengkap).  Tapi ternyata perceraian itu juga menguatkan saya sebagai seorang kakak.  Saya masih ingat ,  bahwa saya mempu mengurus adik adik saya yang masih kecil ketika Ibu saya bekerja.  Saya juga paham betul bahwa perceraian itulah yang kemudian membuat saya mampu memasak dengan baik.  Karena jika saya tidak memasak maka adik adik saya akan kelaparan - karena Ibu kerap pulang larut malam.

Teman, bagi kalian yang merupakan anak dari korban perceraian.
Tak ada yang salah dengan hidup mu.  Tak ada yang hina dari apa yang terjadi dalam rentang waktu panjang di masa lalu.
Bahkan orang tua kita sekalipun. Mereka yang tahu persis mengapa akhirnya mereka mengakhiri kebersamaan yang pasti sebelumnya di bangun dengan indah dan susah payah.
Tapi yakinlah, - seperti yang selalu saya yakini,  bahwa apapun yang terjadi (seburuk apapun itu)  ada banyak hikmah yang dapat kita jadikan pegangan lebih baik lagi di kemudian waktu.  Sebuah pijakan kokoh yang terkadang kita membuat kia menyadari sesuatu yang tak pernah kita mengerti sebelumnya.
Dan bukan pula waktunya bagi kalian lantas mengakhiri keindahan hidup dengan tenggelam dalam kenakalan dan kriminal, Obat - obatan terlarang dan kelakukan negative lainnya.  Terlalu picik untuk lari kearah sana. Bangun diri dengan semaksimal mungkin.  Raih Prestasi sebanyak dan sebaik mungkin yang kamu mampu karena waktu di bumi tak akan lama.


Kini, perpisahan Orang tua saya telah menjadi bagian terindah dalam hidup saya.  Bukan berarti saya mensyukuri nya.  Tapi setidaknya saya dapat banyak pelajaran di balik itu semua.  Ssaya bisa mengerti bahwa mempertahankan cinta dalam rumah tangga itu tidak semudah kata kata indah yang kerap ada di layar kaca atau yang selalu di ucapkan sepasang remaja yang di mabuk cinta.   Perjuangan untuk terus bersama itu memang mesti sejalan dengan keinginan dan niat yang murni untuk memahami kekurangan masing masing.  Bahwa tidak ada kelebihan tanpa ada kekurangan.  Dan tak semua individu bisa menerima itu.  terlebih dengan lapang hati.

No comments:

Post a Comment