Monday, February 6, 2012

CARA SAYA MENIKMATI PENAT




Sudah satu pekan ini, saya memisahkan diri dengan teman teman dan sosok sosok yang biasanya memenuhi hari hari saya terutama kala sore hingga malam tiba. Sosok sosok itu tak lain adalah mereka yang senantiasa membuat saya tertawa atau jadi tempat berbagi cerita banyak hal. Tapi belakangan saya menahan rasa untuk berkumpul. Entah kenapa ada rasa tak ingin bertemu mereka – bukan untuk selamanya atau merasa bosan, tidak. Tapi hanya karena saya ingin sendiri. Menikmati kesendirian. Waktu dimana saya tak ingin di iringi oleh siapapun. Waktu dimana saya ingin menikmati diri sendiri tanpa ada kegiatan berkata kata, berbincang, bertanya atau menjawab. Saya hanya ingin sendiri saja.

Uniknya, hal ini kerap saya lakukan ketika datang fase dimana saya merasa tak ada satu pun sosok yang saya percaya dan saya anggap ideal dalam hal berbagi cerita.
Saya, bukanlah orang yang special, bukan pula anak yang memiliki keunggulan di banding anak seusia saya lainnya. Jika di telisik lebih lanjut saya mengenal sosok lain yang sebaya tapi memiliki pencapaian pencapaian yang jauh lebih mencengangkan dan membanggakan di banding saya. Tapi kencendrungan untuk sendiri di moment tertentu kadang membuat saya justru jauh lebih rileks dan lebih bisa peka terhadap intuisi diri sendiri.

Sama hal nya dengan kegiatan sepekan ini. Sehabis jam kantor saya meluangkan waktu untuk mengunjungi tempat tempat yang menurut saya bisa meng-inspirasi diri saya jadi jauh lebih membaik dari sebelumnya, Saya sangat nyaman menghabiskan waktu berjam jam di persawahan dan membenamkan kaki telanjang di lumpur sawah yang dangkal. Lalu ada kesenangan tersendiri ketika saya menemukan tanaman genjer di pinggiran sawah dan kemudian saya berhasil memetik banyak pelepah genjer dan berharap bisa memasaknya segera ketika tiba di rumah. Pernah pula saya berdiam diri cukup lama memandang gerak riang awan di sore hari yang seolah berkejaran dengan pekik burung kembali ke sangkar bersama gerombolannya. Lalu ada pula kejadian kamis lalu, dimana saya membebaskan kaki saya melangkah di keramaian sepanjang pedangang kaki lima dan asongan beragam waroma makanan menganga. Saya tahu ada banyak mata memandang aneh ke saya, tapi itulah beberapa cara saya menikmati kesendirian. Kesendirian yang merupakan ‘space’ kenikmatan bagi batin saya dan mata jiwa untuk mengukur diri dan introspeksi.




Ada banyak tugas dalam jalan hidup saya. Ada banyak peran yang saya lakoni dalam kehidupan ini. Terkadang saya berjibaku dengan banyaknya pekerjaan dan rutinitas. Kadang pula saya sedikit bersandiwara dalam hal bekerja ketika sesuatu yang saya kerjakan itu bukan saya yang sebenarnya. Malah terkadang saya harus bisa meredam diri dalam banyaknya ketidak sesuaian orang orang yang ada dalam lingkungan aktivitas saya mengingat mereka tidak bisa mengikuti ritme kerja saya yang cenderung cepat. Terkesan egois memang. Tapi saya fikir saya cukup idealis untuk hal hal yang saya anggap prinsip. Disiplin adalah hal utama. Tidak ada kesuksesan tanpa adanya kedisiplinan yang tentu saja mengarah pada etos kerja dan hasil kerja. Saya bukanlah sosok yang sempurna, tapi saya belajar untuk jadi lebih baik dari waktu ke waktu. Karena saya kerap mengalami banyaknya hal hal tak baik atau banyaknya kegagalan dalam karier dan langkah hidup. Untuk itulah saya kerap bertanya pada diri ini, Benarkan saya terlalu cepat ? atau mereka yang memang lambat ?.
Akhirnya, hanya diam, dan menikmati kesendirian adalah solusi terbaik dari segalanya. Ketika kesabaran saya habis. Tak bisa saya memaki maki diri dan emosional meninggi. Ketika segalanya dianggap tidak sesuai, biarkan saja. Saya hanya ingin melihat dan menonton sejauh apa progress mereka yang bisa jadi jauh lebih baik dari saya. Bisa jadi pula apa yang saya tuntut selama ini keterlaluan dan melebihi kapasitas , meski segalanya bisa di komunikasikan dan kadang melebihi beban yang sebenarnya ada.

Tak mengertilah saya. Yang jelas untuk beberapa saat saya ingin sendiri saja. Bisa saja mereka jadi jauh lebih baik tanpa ada campur tangan dan celoteh bising dari saya. Bisa jadi pula ucapan saya yang terakhir dan benar benar terakhir hingga saya tak perlu lagi memberi arahan karena semua sudah pintar. Biar saja. Karena saya juga telah berfikir lain , ketika orang orang berfikir sesuatu yang sebenarnya telah saya tinggalkan.

1 comment:

  1. Keren sekali :D
    Sama seperti anda, saya pun halnya begitu, kalau lagi pengen sendiri yaa harus sendiri, kalau ntar ada yg nemenin, malahan yg nemeninnya itu bakal saya jutekin hahahahaa. Kisah anda inspiratif sekali, salam super hahhaaa :D

    ReplyDelete