Wednesday, September 29, 2010

NASI BEKASAM

Di kampung halaman saya - Desa Negara Kemakmuran - tak banyak, bahkan bisa di bilang sedikit orang mengenal  beragam jenis musik layaknya orang - orang perkotaan.  Tapi justru di kampung saya yang jauh dari peradaban (waktu itu), saya menemukan kenikmatan tumbuh kembang sebagai anak kecil yang benar-benar normal.  Normal dalam artian tidak terlalu di bungkus modernisasi.  Tumbuh sebagai anak anak yang polos, bermain dengan cara kampung, main perosotan dari atas jurang hingga terperosok dalam sungai dangkal di bawahnya.  berlari lari di antara rimbunnya dedaunan padi melambai, mengejar burung burung usil penghambat pertumbuhan padi yang sesaat lagi menguning.  Atau melakukan hal ekstrem bersama para saudara sepupu - mengendap endap diantara tanaman ketimun dan labu , menanti babi hutan yang kerap merusak si jabang buah.

Saya dan Saudara Sepupu juga kerap membuat beragam mainan penghibur dari benda benda yang ada di sekitar kebun.  Mulai dari membuat seruling dari potongan tangkai padi,  mobil-mobilan dari buah jeruk Bali, bergaya bak kaisar dengan mahkota yang di rangkai dari dauh kopi lengkap dengan pedang yang di buat dari seutas tungkai pisang yang telah di buang daunnya.  Lengkaplah suda segalanya.  Saya  juga terkadang lupa jika telah menghabiskan waktu berjam - jam di perkebunan.

Kegiatan sekolah dan bermain adalah dua  hal yang saya sukai.  Sebagai pelarian dari kekecewaan akan perceraian orang tua, terkadang saya melampiaskannya dengan membabat habis rerumputan di kebun dengan sebilah pisau tumpul. Aksi bak sorang pendekar yang memusnahkan musuh-musuh , adalah upaya saya menghilangkan kekesalan itu sedikit demi sedikit.  Tentu saya sangat terpukul.  Saya sudah lebih mengerti di banding ke tiga adik saya.  Saya anak tertua yang kala perceraian itu saya berada di kelas 4 Sekolah Dasar.  Adik saya, Diana - anak nomor dua, masih di Sekolah Dasar kelas 2 . dan dua adik saya lainnya belum bersekolah.  tentu hanya saya yang merasakan dampaknya. 

Tapi tak mengapa.  Terkadang saya bisa melupakan masalah perceraian itu dengan bermain ke ladang Kakek yang luas. Rumah ku dan rumah Kakek hanya berjarak 50 meter.  Di kampung ku, Kakek sangat di segani.  Kakek memiliki beberapa kebun dengan jenis tanaman yang berbeda beda.  Mulai dari Kebun Kopi, Lada, Buah Buahan hingga padi semua di tanam.  Saya paling suka ke kebun  buah buahan.  Didalamnya ada pohon buah rambutan, durian, pisang, nanas, jambu, alpukat dan lainnya.  Kesenangan saya ke kebun buah tersebut bukan tanpa alasan.  Setiap saya mengunjungi nya ada banyak aroma yang tercipta dari beragam pohon yang ada.  Dan saya paling suka memanjat pohon demi pohon dan menyanyi diatas pohon tersebut bak sorang penyanyi sedang menggelar konser diatas panggung yang megah.  Tak jarang pula saya berbicara dengan tumbuhan yag ada di bawah pohon yang saya naiki dengan  berimajinasi bahwa tumbuhan tersebut adalah penonton konser saya yang benar benar megah.  Saya  selalu melakukannya.  bagian dari bermain adalah  bagian dari menggelar konser di atas pohon dengan lengkingan suara yang saya tak tahu apakah sedap di dengar atau tidak.  Yang ada di benak saya.  bernyanyi dan bernyanyi.  Tak peduli nyaman di pendengaran atau tidak.

Ternyata, kesenangan saya bernyanyi di atas pohon - di ketahui oleh Kakek.  Kakek yang kala itu rajin mengunjungi beberapa kebunnya, secara diam diam memperhatikan saya. 
" Bagus ... bagu... bagus... "  ujar kakek lantang sembari bertepuk tangan dari bawah pohon yang saya diami.
Bukan main terkejutnya saya.
tentu saja saya bergegas turun dari pohon dan memohon maaf pada Kakek.  Karena saya tidak menjagai ladang padi dengan baik hingga terbebas dari kumpulan burung pengganggu tapi malah bernyanyi dan bergaya gaya bak seorang  penyanyi papan di konser akbar.

" Maaf  kek .." ucap saya tertunduk.
Tapi  Kakek hanya tersenyum.  Ia memang tipe lelaki yang hemat bicara. Tapi jika berkenaan dengan urusan urusan vital, ia akan sangat vokal maju kedepan. Pernah Kakek marah  besar hanya karena saya malas ke sekolah, sebagai bentuk dari  kekesalan perceraian orang tua.
" Suara mu Bagus.."  ucap Kakek  , yang kemudian beranjak meninggalkan saya.
Saya terdiam. lama melihat wujud Kakek yang berlalu hingga hilang diantara rimbunnya pepohonan . Saya mengejarnya.  mengikuti Kakek hingga tiba di rumah. 
".. In ... ayo makan dulu .." ajak Kakek yang ternyata tahu saya ikuti sejak tadi.
" Ini  makanan kesukaan Kakek mu.."  sahut Nenek dari dapur dengan logat Ogan kental.
nenek ku tipe  perempuan tua yang sangat mengabdi.  Ia akan dengan sangat cekatan meracik makanan lezat jika ada tamu yang di anggap penting bertandang.  Nenek ku juga bisa membuat hidangan lezat ala orang Ogan dalam waktu singkat.  Nasi hangat mengepul, sambal mentah dengan bendire cacah ( Bendire : sebutan tomat kecil - bagi orang Ogan)... ikan teri goreng, pepes ikan Mas plus lalapan lengkap terhidang dengan cepat. 
" Ini makanan wajib !" ucap Kakek meyakinkan sambil menyerahkan sesuatu kearahku
" Bau ..."  ucapku
"  Ini makanan apa Kek..?"  tanya ku segera.
"  itu bekasam."
" Bekasam adalah makanan khas orang Palembang, suku Ogan, di buat dari Ikan yang telah di awet kan dalam waktu berhari hari hingga bau asamnya menyengat." jelas Kakek ku.
Jelas saja aromanya menyengat, ternyata telah melalui proses pengendapan  beberapa hari.  Bahkan konon - makin lama mengendapkannya makin lezat lah rasa Bekasam tersebut.
" Bagus buat suara mu ." ucap Kakek  lagi
Aku terkaget.
kaget mendengar ucapan Kakek
" Kau bernyanyi lagi, In..? "  tanya Nenek .
" ia, suaranya merdua nian..." Kakek menjawab.
Aku terdiam.  Diam karena sedikit malu  bahwa rutinitas ku  di ketahui oleh keluarga ku.
" Kalau kau ingin punya suara elok, segeralah makan Bekasam banyak banyak ke... Sejurus kau akan bersuara Lantang bak pembaca proklamasi." celetuk Nenek masih dengan logat Ogan nya.

Astaga....
Nasi Bekasam itu ternyata di jadikan obat di keluarga ku.  Ingat dulu adik ku, Diana - adik perempuan ku satu satunya,  sakit dan ketika di beri Nasi Bekasam langsung sembuh.  Bisa jadi sembuhnya karena ada aura kasih sayang yg ikhlas ketika menyuapi adik ku makan.  Tapi dari mana hubungannya nasi bekasam dengan keindahan suara ?. Kelak saya akan mengetahuinya. 

No comments:

Post a Comment