Sunday, September 26, 2010

PENYANYI KAMAR MANDI.

Menyanyi di sela kegiatan mandi adalah hal yang tak bisa saya lepaskan.  Dan saya telah memulainya sejak dulu.  Entah itu hanya bergumam atau malah menghabiskan satu album selama kegiatan mandi berlangsung.  Bukan hanya itu, ketika buang air besar pun saya kerap menutupi suara buang air besar dengan lengkingan suara saya.

Kini, nyaris setiap pagi - istri saya selalu mengingatkan agar jangan berlama-lama di kamar mandi, karena harus bertugas  mengantar anak saya ke TK.  Sama dengan kejadian pagi ini. Sembari menyiapkan sarapan, berulang kali Istri saya mengingatkan agar saya bergegas menyelesaikan mandi tanpa harus menghabiskan lagu lagu dalam satu album.  Dan seiring dengan peringatan yang meluncur dari bibir istri saya, maka saya pun ingat ketika saya beranjak remaja.

Saya adalah anak kampung.
Tinggal beratus kilometer dari pusat kota kabupaten, Kota Bumi - Lampung Utara.  Desa Negara Kemakmuran - tepatnya.  Ini adalah Desa ke empat yang saya tempati setelah berulang kali sebelumnya saya dan adik adik harus mengikuti jejak  Ibu saya yang kerap di mutasi sehubungan dengan tugasnya sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Sekolah Dasar. Ibu saya telah menjadi Single Perent kala itu, dengan karier nya sebagai Guru Sekolah Dasar tapi ia tetap menyiapkan keperluan anak-anaknya berangkat sekolah setiap pagi.  Ibu dan Ayah telah berpisah ketika saya kelas 5 SD.  Saya beranjak masuk SMP,  sementara ke tiga adik adik saya masih di bangku SD dengan jenjang yang berurutan.  Saya juga masih ingat bahwa Ibu selalu meneriaki saya dengan lantang bila saya berlama lama dalam kamar mandi sambil bergumam atau berdendang.  Mengingat, kegiatan saya yang berlama lama tersebut menghambat antrian adik adik saya untuk mandi pagi, sedangkan kamar mandi di rumah saya yang sempit tersebut hanya satu-satunya, dan itu  harus berbagi jatah dengan anggota keluarga lainnya.

Tapi meski selalu diteriaki Ibu dan kerap selalu di buru-buru dalam kamar mandi, saya tidak pernah jera untuk mengulangi kebiasaan lahiriah saya untuk bernyanyi dan terus bernyanyi dalam kamar mandi.  Pernah suatu kali tetangga menyangka bahwa saya terserang penyakit gila,  ketika mendengar suara  saya melengking lengking dari kamar mandi.  Tetangga mengira saya kesurupan roh senja gentanyangan.

Hingga suatu sore datang dan kemudian menjadikan sebuah pemikiran baru dalam pribadi lugu saya.

Sore itu, dalam ritual mandi,  saya menyanyi dengan benar benar maksimal,  lagu berjudul - Sendiri Lagi, milik Chrisye.  Saya menyanyikannya dengan penuh penghayatan di dalam kamar mandi di depan kaca gantung bernuansa buram sedikit retak di ujungnya.  Dan ketika saya merasa belum maksimal, maka saya mengulang lagu tersebut dari awal, bahkan sesekali saya sempat berfikir untuk mencari improvisasi dengan merubah notasi di beberapa bait agar terdengar tidak sama dengan  lagu sebenarnya yang telah dengan indah dan khas di bawakan oleh Chrisye.  Setelah terfikir lebih baik barulah saya menyudahi 'konser tunggal' saya dalam kamar mandi dan segera menuju kamar tidur saya untuk berganti baju.

" Ibu baru tau kalau suara mu benar-benar indah, nak .."  ucap Ibu saya - yang ternyata sedang menyiapkan makan malam di dapur.
"  Oh..eh.. kirain Ibu sedang ke warung..."  ucapku gugup.  -  karena baru kali itu Ibu merespon positive 'Konser Tunggalku' di kamar mandi.
" Kamu punya potensi, Nak .."  ucap Ibu ku dengan sangat meyakinkan dan kali ini ia menatapku dengan sungguh sungguh.
Alamak... ingin lepas rasanya handuk yang mengikat pinggangku.
Dan aku masih tersipu di buatnya.  Ibu ku jarang memberi tanggapan positive.  Pernah waktu itu ketika aku memprotes mengapa  Ibu dan Ayah berpisah.  Tapi tanggapan positive  yang ini beda.  Karena ia mengucapkannya dengan begitu menyentuh.
"  Hanya iseng, bu .."  jawab ku datar dan pelan.
" Bukan iseng namanya kalau kamu melakukannya berulang kali, bahkan kamu bisa merubah beberapa not di lagu itu dengan baik."  ucap Ibu meyakinkan.
"ahh...eeh...  itu juga baru coba coba Bu...tadi dapat masukan dari Guru Kesenian."
"  Bukan coba-coba kalau kamu bisa." kali ini mata Ibu benar-benar tajam kearah ku.  Ia lalu mengelap jari jemarinya yang sedari tadi berkutat dengan irisan bawang dan cabe.

" Nak.... Ibu tak tahu banyak tentang seni, apalagi dunia menyanyi."  ucap ibuku seraya mengambil air dan menegungnya dengan begitu anggun.
" Tapi,  yang tadi kau dendangkan, benar-benar menggetarkan."
" Kau tau,  kalau di keluarga Ibu tidak ada yang memiliki bakat seni yang baik.  Tapi Ibu punya kamu.!"
Lagi - lagi ibuku meyakinkan dengan tatapan mata tajamnya yang selalu melemahkan seluruh persendian di tubuhku.
" Ibu ingin kamu meneruskan bakat menyanyimu, bukan hanya di kamar mandi,  tapi  benar-benar menjadi tontonan banyak orang.".  Sampai disini, Ibu benar-benar membuat nafas ku terhenyak.
" Ahh..Ehhh...  mana ada yang mau denger suara ku, Bu ..." elak ku
" Kamu bisa belajar." sahut  Ibu ku meyakinkan.
"Belajar ..?  dengan siapa ? "  sahutku lagi.
"  Guru Kesenianmu."
Ahh...Ibu menebarkan angin yang  sangat sejuk.  Jauh sejuk dibanding angin yang sering aku nikmati di penghujung musim Padi di kampung kami.
" Yang kamu harus tahu, bahwa kamu punya bakat.  Ibu melihat dan mendengarnya dengan jelas. Teruskan.  Jangan hanya diam dan jadi penyanyi kamar mandi sepanjang hayat.  Kamu bisa di hargai banyak orang dengan bakat mu.". Jelas Ibuku dengan tatapan yang jauh meyakinkan.

Ya, Tuhan ... Sejak pertengkaran kecil yang terjadi antara aku, Ibu dan Ayah - akan jalan Perceraian yang mereka putuskan, baru kali ini aku benar benar merasa damai dan sejuk mendengar ucapan Ibu ku.  ia yang beberapa bulan terakhir kerap  emosional, sore itu benar - benar menyejukkan. Sangat Sejuk. luluh rasanya diri ini dengan penggalan kalimat meyakinkan yang baru saja  ia ucapkan dengan penuh cinita.  Dan saya merasakannya.

Saya peluk Ibu dengan buliran air mata.
Air mata bahagia.
Setidaknya ada yang membuat saya optimis untuk bangkit lagi.  Setelah hal yang menyakitkan akibat keputusan perceraian yang Ayah dan Ibu ambil. Sejak saya dan adik-adik terpaksa harus pindah ke Kampung halaman nenek yang jauh lebih kampung dari perkampungan yang sesungguhnya.  Akan saya ingat petuah berharga dari sang Ibu.  Bahwa orang - orang di luar sana akan memandang dan menghargai saya dengan bakat yang saya punya.  Bahwa sejak sore itu, tidak akan ada lagi teman teman yang mengejek saya - karena orang tua saya bercerai.  Dan yang pasti saya tidak mau lagi jadi Penyanyi Kamar Mandi.!!.

No comments:

Post a Comment