KISAH
TRIP KE BENGKULU SELATAN
....
“Kamu tidak akan pernah tau setangguh apa pribadi mu, sebelum kamu menantang
diri untuk melakukan perjalanan jauh.”
Untaian kalimat itu terus saya ingat. Sebuah
petuah dari Almarhumah Mama. Entah dari mana ia mendapatkannya. Tapi saya
pernah di beri petuah itu ketika dulu saya hendak berkemah untuk sebuah
kegiatan kepramukaan di bangku sekolah menengah atas.
Tak terhitung lagi banyaknya perjalanan yang pernah saya lakukan. Dari perjalanan
biasa antar kota dan antar provinsi dalam rangka tugas kedinasan, kelompok atau
organisasi. Atau perjalanan personal saya yang menantang. Ada pula perjalanan
bersama sosok sosok terbaik yang kerap terjadi sepanjang hidup saya.
Dari banyaknya perjalanan, tentu ada pula
banyak kisah di balik setiap perjalanan tersebut.
Tak terkecuali, perjalanan Bandar Lampung –
Bengkulu Selatan yang saya lakukan bersama sosok sosok hebat berikut.
NYARIS
GAGAL.
Saya sempat bingung ketika Wira – rekanan
yang tadi nya masuk dalam team ke Bengkulu Selatan tiba tiba membatalkan
keikutsertaanya di karenakan Ayah nya terkena sakit stroke ringan dan sebagai
anak tertua tentulah ia harus mengawasi pengobatan Ayahanda nya tersebut, dan
untuk hal itu saya memakluminya. Kemudian Reno – yang juga batal ikutserta
karena ada jadwal interview pekerjaan pada hari minggu.
Sejenak saya terdiam, ada rasa pasrah ketika
2 sosok terbaik membatalkan keikutsertaannya dan hal itu tidak bisa saya
hindari.
Sebenarnya tujuan utama ke Bengkulu Selatan
adalah menghadiri Pernikahan Rizal – Ketua Bidang SDM – ADWINDO. Dulu, Rizal
bela belain datang ke Bandar Lampung ketika gelaran RAKORNAS ADWINDO 2 tahun
2012 dengan kisah heroiknya menantang banyak pihak di tingkat Provinsi Bengkulu
atas keikutsertaannya dalam RAKORNAS ADWINDO tersebut. Beragam kisah
perjuangannya itulah yang mendasari diri saya untuk membalas kebaikannya tersebut dengan berjanji pada suatu hari - akan
datang langsung ke Bengkulu Selatan ketika ia menggelar sebuah acara.
Nah, Resepsi Pernikahan Rizal lah yang
menurut saya dapat saya jadikan alasan untuk mengunjungi Bengkulu Selatan. Sekaligus
saya ingin tahu secara langsung seperti apa kondisi nyata Bengkulu Selatan
tersebut, mengingat saya belum pernah kesana sebelumnya.
Sejak jauh hari, saya mengajak beberapa
personal yang saya nilai bisa beradaptasi dalam sebuah perjalanan team yang
tentu saja jauh dari perjalanan nyaman
dan mewah. Saya tentu berfikir untuk melibatkan kembali sosok sosok terbaik
yang pernah saya ajak trip ke Bandungan – Semarang – Jawa Tengah beberapa bulan
lalu, mereka adalah Wira, Reno, Kurnia, Kevin dan Faisal. Tapi sayang Kevin
berhalangan ikut karena harus mengikuti kegiatan Ospek di Kampus nya. Sedangkan
Faisal berhalangan karena ada kegiatan UAS, di tambah Wira dan Reno yang juga
mengutarakan ketidakberkenannya ikutserta karena ada urusan yang tidak bisa
mereka tinggalkan. Bahkan saat bersamaan Kurnia pun mengirim pesan ke ponsel saya bahwa ia tidak bisa
ikutserta. Well, nyaris putus asa, saya nyaris membatalkan perjalanan yang
telah saya rencanakan sebelumnya. Tetapi saya sempat berfikir, jika pun tidak
ada yang bisa saya ajak serta, maka saya akan menghubungi mobil travel yang
menuju Bengkulu Selatan, dan saya berangkat sendiri. Tapi hal itu terasa asing.
Sendiri di travel ke daerah yang tidak pernah saya tahu sebelumnya.
Tapi beruntung, niat baik saya yang di dasari
sebuah persaudaraan ternyata di mudahkan. Pada detik terakhir, ada Rafindo,
Beny dan Gerardes yang berkenan ikut serta. Di tambah Kurnia pun ternyata
meng-ia-kan ajakan saya. Alhamdulilah.
RUTE
MENANTANG
Sabtu, 24 Agustus 2013. Pukul 09.00 WIB waktu
Bandar Lampunng kami bergerak menuju rute yang telah di tentukan. Dengan bekal
makanan yang memadai dari istri saya lengkap dengan perangkat Tupperware, kami memantapkan
tekad untuk menuju Bengkulu Selatan dengan dasar persaudaraan pada sosok Rizal
yang baik, tanpa pernah berfikir bahwa kami tahu lokasi sebelumnya. Rafindo
yang bertindak sebagai second driver
mulai mengutak atik ponselnya dan mengatur petunjuk Peta via ponselnya.
Gerardes yang berperawakan santai, sedikit banyol dan suka membuat ‘joke’ juga
tak kalah sigap, dengan perlengkapan memadai ia menunjukkan kesiapannya. Beny,
yang bertubuh mungil di posisikan duduk paling belakang, bersebelahan langsung
dengan bahan logistik dan setumpuk konsumsi selama perjalanan kami. Kurnia yang
seperti biasa berperawakan tenang dan tak begitu ramai bicara seperti saya,
bertindak selalu dewasa di banding yang lain, - dan mungkin bisa jadi lebih
dewasa di banding saya.
Bermodal informasi seputar rute perjalanan
dari Bandar Lampung ke Bengkulu Selatan dari atasan saya – Ibu Tina dan
beberapa rekan kantor yang katanya sudah menuju ke sana, akhirnya saya
putuskan, kami melalui rute yang ter-efektif yakni melalui Kota Agung, dengan
rincian rute ke Bengkulu Selatan adalah
; dari Bandar Lampung – Pesawaran
– Pringsewu – Kota Agung – Tanggamus – Wonosobo – Hutan Lindung Bukit Barisan
Selatan – Krui – Pesisir Barat – Kabupaten Kaur – Bengkulu Selatan – Kota Manna.
Bermodal rincian rute itulah yang membuat
kami menyatukan tekad dan semangat untuk memulai perjalanan dengan motto dan
rule ; Semangat dan Keterbukaan. Saya selalu menegaskan bahwa setiap personal
dalam mobil Avanza silver saya adalah satu keluarga. Tidak boleh ada yang
disembunyikan, apa yang di rasa, kita rasakan bersama, semua di lakukan untuk
menjaga kekompakan dan kebersamaan selama perjalanan.
Ternyata rute yang kami rancang tak jauh dari
perkiraan, Meski ada banyak hal mengejutkan terjadi di sepanjang perjalanan.
Hal tersebut terjadi ketika keluar dari daerah Tanggamus menuju Wonosobo dan memasuki daerah Hutan
Lindung melalui Krui – Lampung Barat. Perjalanan berliku, dengan rute
menantang, berkelok kelok tajam tanpa rambu jalan yang lengkap. Jalanan yang relative mulus tampak serasi dengan paduan tikungan tajam
dan tanjakan yang curam menohok raga. Kami sangat menikmati suasana alam hutan
lindung Taman Bukit Barisan Selatan yang
menghubungkan daerah Wonosobo-Tanggamus dengan Lampung Barat. Sepanjang jalan
kami membuka kaca jendela mobil dan mematikan AC hanya untuk menikmati betapa
sejuknya hawa pegunungan dengan hutan lindung nan tropis. Ada kicauan burung
yang menawan di sela gesekan dedaunan yang rindang. Sesekali kami melihat hewan
hewan hutan yang menyeberangi jalan yang kami lalui. Sesekali kami tergelak
tawa menikmati perjalanan. Di sela celotehan ringan dan joke jenaka hingga obrolan ‘berat’ pun
terjadi sepanjang jalan. Saya bertindak sebagai driver dalam perjalalan menuju
Bengkulu Selatan sengaja mengambil tugas tersebut untuk memahami rute
perjalanan. Biarlah Rafindo menjadi Driver ketika rute kembali pada Senin
mendatang.
Suasana Makan Siang kebersamaan di tepian Pantai |
Narsis di tepian pantai. |
MENIKMATI
ALAM
Sungguh indah ciptaan Tuhan. Saya dan rekan
rekan selalu di buat berdecak kagum dan terperangah dengan keindahan Alam
ciptaan Tuhan yang kami jumpai di sepanjang perjalanan. Ada bentangan Pantai
yang memikat mata tanpa ada pembatas karena langsung terhubung dengan Samudera
hindia di sepanjang Krui, Lemong –
Pugung – Pesisir Barat.
Lelah dengan jarak tempuh 4 jam yang kami lakukan dari Bandar lampung
ke Krui – Pesisir Barat terasa terobati dengan melihat indahnya hamparan pantai
di sepanjang jalan.
Bagai anak kecil yang kegirangan diberi
permen, seperti itulah kami ketika menemui pantai landai yang dapat kami
singgahi sesaat, meski hanya menginjakkan kaki di hamparan bentangan pasir nan
halus lembut, tak lupa berfoto – mengabadikan keindahan ciptaan Tuhan dan
Kenarsisan kami dalam perjalanan. Hahahha. Kami pula sempat beberapa kali
berhenti di perjalanan hanya karena ingin merasakan sensasi dari pantai yang
berbeda beda tentunya.
Bahkan kami menyempatkan beristirahat sejenak
di pinggir pantai di daerah Pesisir Barat sembari menikmati bekal makan siang
yang telah kami siapkan sejak keberangkatan dari Bandar Lampung. Jadilah
suasana piknik terjadi di atas hamparan rumput hijau di pinggir pantai, lengkap
dengan sapi yang terikat di sekitar pohon Kelapa yang tegak congkak di sekitar
kami berada.
Keindahan alam, terus memanjakan mata kami.
Sepanjang jalan dari Pesisir Barat hingga memasuki perbatasan dan Bengkulu
Selatan kami selalu terkagum kagum dengan kondisi alam yang demikian indahnya.
Tak ketinggalan ke-eksotikan Hutan Lindung Bukit Barisan Selatan yang menyimpan
banyak keragaman Flora dan habitat alami langka. Sesekali kami melihat hewan
hewan hutan menyeberang jalan. Dengan kaca mobil terbuka, bukan hanya bertujuan
untuk menikmati udara hutan Bukit Barisan Selatan saja, tetapi karena menghemat
bensin.
Sistem Isi bensin eceran di sepanjang perjalanan menuju Bengkulu Selatan |
Mampir sejenak di Tanjung Setia - Surfing Area sehabis Makan Siang |
MANNA
SARAT BUDAYA
Jangan pernah menunda isi bahan bakar jika
memang kondisi bahan bakar mobil menipis. Itulah kesalahan mutlak kami, yang
kemudian berdampak pada penghematan yang kondisional.
Ketika berada di Krui – Pesisir Barat,
semustinya saya menghentikan kendaraan dan mengisi full bahan bakar pada Pom
Bensin besar terakhir dekat pasar Krui, tapi itu tidak saya lakukan, saya
berfikir di depan nanti ada Pom Bensin lagi. Alhasil, selama perjalanan dengan rute
menanjak pegunungan dan menuruni perbukitan, membuat bensin lekas berkurang.
Akhirnya mau tak mau saya dan rekan rekan memutuskan untuk membeli bahan bakar eceran
– alias beli dalam jumlah kecil pada penjaja bensin rumahan di pinggiran desa
desa kecil di sepanjang Pesisir Barat hingga desa desa di Kabupaten Kaur –
Bengkulu Selatan. Tak ada Pom Bensin di
sepanjang jalan sejak sepanjang Pesisir Barat hingga mXZemasuki Kabupaten Kaur
– Bengkulu Selatan. Kami baru menemukan Pom Bensin ketika memasuki Kota Manna –
Bengkulu Selatan – 30 menit sebelum bertemu Rizal yang menjemput kami menuju
rumahnya.
Malam itu, suasana rumah Rizal sudah ramai.
Bagai perhelatan akbar. Seluruh jiran tetangga tumpah ruah memenuhi halaman
yang telah di tata sedemikian rupa.
Ada pelaminan yang di dekor indah berhias
bunga bunga dan kain khas Bengkulu Selatan dengan dominasi warna merah menyala.
Ada pula panggung music organ tunggal yang bertengger gagah di sebelah panggung
pelaminan. Dan yang mengagumkan adalah, ada banyak meja meja kecil yang di tata
sedemikian rupa. Tiap meja di isi oleh 4 sampai 5 orang bapak bapak warga
sekitar Kota Manna.
Begitulah Budaya di Kota Manna. Sebuah
ibukota Bengkulu Selatan yang masih menjalankan banyak hal yang merupakan adat istiadat. Konon untuk
sebuah ritual pernikahan telah di gelar 1 atau 2 minggu sebelum acara.
Malam itu, saya dan rekan rekan, di buat
kagum dengan ramainya bapak bapak dan remaja putra yang berbaur menjadi satu
dalam sebuah pertandingan Gaple atau semacam permainan kartu remi yang di kemas
menjadi sebuah kejuaraan kecil tetapi mengandung nilai kebersamaan warga
setempat. Setelah Makan malam dengan
hidangan khas Bengkulu Selatan di Rumah Rizal, saya dan teman teman sempat di
tawari untuk ikut serta main Gaple, tapi saya dan rekan rekan memilih menuju
Hotel yang telah di siapkan Rizal untuk sejenak beristirahat, mandi dan
berganti baju setelah merasakan betapa aroma menyengat perpaduan antara air
laut dan keringat tingkat tinggi menempel di tubuh kami.
12 jam menempuh perjalanan dari Bandar
Lampung ke Bengkulu Selatan – termasuk
banyak berhenti setiap lihat spot pantai
yang indah untuk foto, membuat kami merasa lega setelah tiba di kamar hotel
yang letaknya tak jauh dari rumah Rizal. Kami segera berbenah mandi dan
berganti baju meski terjadi hambatan pada saluran air di kamar mandi yang
tersumbat sesaat.
Malam itu, seusai men-touch-up diri, sehabis
mandi, kami putuskan untuk kembali ke rumah Rizal dan kemudian mengajak Rizal
berkeliling Kota Manna – Bengkulu Selatan. Lumayan, hitung hitung kami
merayakan Malam Minggu di Kota Manna. Melihat dari dekat kondisi nyata Kota
Manna yang sebelumnya hanya kami tahu melalui peta atau pun cerita.
Penelusuran Kota Manna malam itu terhenti di
sebuah warung Bandrek dengan obrolan obrolan ringan penuh makna kebersamaan.
Meski kami harus segera menghentikan obrolan tersebut mengingat waktu yang
telah larut sementara saya melihat Rizal haruslan beristirahat karena esok
gelaran resepsi yang membutuhkan stamina kuat sebagai pengantin yang akan
berdiri di pelaminan seharian.
Foto bersama dengan Pengantin RIZAL dan IRNI |
NALURI
PETUALANG
Pagi menjelang. Minggu cerah di Kota Manna.
Setelah menikmati sarapan hantaran Rizal ke Kamar Hotel, kami bergegas memanut
diri, untuk menuju acara resepsi pernikahan Rizal dan Irni.
Pukul 09.20 kami meninggalkan hotel. Uniknya,
acara resepsi yang menurut info di mulai jam 9.30 pagi itu malah telah
berlangsung lebih awal. Jadi ketika saya dan team datang acara malah telah
setengah jalan. Uniknya belum masuk area tarup resepsi, saya telah di daulat
untuk menyampaikan sambutan mewakili Ketua Umum – ADWINDO, tak hanya itu,
panggilan saya untuk bernyanyi di panggung musik resepsi pun terjadi hanya
beberapa detik setelah saya menyelesaikan sepiring makanan. Sungguh upaya keras
mengatur nafas untuk bernyanyi dalam kondisi perut padat
terisi. Namun semuanya saya anggap sebagai naluri petualang.
Suasana keakraban dengan rekan rekan Ikatan
Bujang Gadis Bengkulu Selatan pun terjadi. Kami berkenalan dan berbincang
banyak hal. Tukar menukar informasi seputar organisasi masing masing hingga
saling mengajak bertandang pun terjadi.
Kami juga sempat di ajak oleh rekan rekan Bujang Gadis Bengkulu Selatan
untuk bersama sama mengunjungi pantai di sore hari. Meski hal tersebut akhirnya
kami lakukan sendiri.
Seusai menikmati meriahnya resepsi pernikahan
Rizal dan Irni yang sungguh sarat budaya daerah Bengkulu Selatan, saya dan
teman teman merebahkan diri sejenak di hotel, hitung hitung menyiapkan tenaga
besar untuk kembali berpetualang menghabiskan Minggu di Kota Manna.
Pukul 15.30 kami telah bersiap kembali untuk
menjelajahi beberapa spot wisata di kota Manna. Sayang rekan rekan Bujang Gadis
Bengkulu Selatan yang semula berjanji akan bergabung bersama kami, ternyata
tidak kunjung datang. Akhirnya 16.20 kami putuskan untuk berangkat bersama,
selayaknya team nekad yang sudah terpatri sejak Bandar Lampung.
Rute yang kami lakukan adalah mengikuti
arahan Rizal semalam. Melintasi jantung Kota Manna yang cukup lengang dengan
pertokoan dan keramaian pada beberapa lokasi perbelanjaan tradisional. Lalu melaju
pada sebuah pantai terdekat di Kota Manna – Pantai Pasar Bawah namanya, saya
sempat berfikir mengapa namanya Pasar Bawah ?, tidak ada kehidupan layaknya
pasar di sana. Yang terlihat adalah pantai yang landai dengan pembatas pantai
yang gagah, dan ada banyak penjaja makanan sepanjang pantai dengan penataan payung
payung besar tempat pengunjung
bersantai. Mungkin kegiatan jual beli tersebutlah hingga dinamai Pasar Bawah,
atau bisa jadi karena letaknya menjorok ke bagian bawah dari pusat kota Manna.
Entahlah, perjalanan tanpa guide sepertinya hanya mampu pada tataran tebak
menebak saja. Hahahahha. Kami menyempatkan foto foto sesaat sembari melihat
lihat sekeliling pantai yang sangat luas.
Mata kami kemudian tertuju pada sebuah
dataran landai yang terdapat di seberang utara dari Pantai Pasar Bawah dimana
kami berada. Ada semacam pulau kecil yang terpisah utuh dari Pantai nan luas
dmana kami berada. Tanpa perlu di komando, kami pun bergegas kearah pantai
terpisah itu, yang ternyata tak begitu jauh jika di lakukan berjalan kaki.
Tanpa memakan banyak waktu saya dan teman teman sudah berada di pinggir bibir
pantai kecil yang ternyata itu adalah
Bayau – pertemuan antara air sungai dan air laut. Saya mencoba meminum
airnya yang tak asin, sementara air di sebelah kanan saya masih asin layaknya
air laut. Subhannallah.
Gerardes, adalah yang paling semangat
mengajak kami berenang menyeberangi aliran sungai yang katanya dangkal
tersebut. Tetapi kemudian saya melihat keanehan tak ada satu pun orang yang
berenang di area tersebut, meski sebenrnya mereka mampu berenang karena area
tersebut tidaklah terlampau dalam. Ada 2 orang nelayan yang saya lihat berdiri
di tepian sungai yang berseberangan langsung dengan pantai tersebut. Saya
mencoba menanyakan seberapa dalam sungai
tersebut, tetapi si nelayan menjawab “jangan “. Saya kemudian memutuskan untuk
mengajak teman teman berfoto di pinggiran pantai yang berbatuan saja sembari
menantikan moment matahari tenggelam..
Beruntung kami tidak melakukan renang di
aliran sungai yang kami anggap dangkal tersebut. Setelah di ceritakan kisah
yang sesungguhnya oleh Rizal dan rekan rekan Bujang Gadis Bengkulu Selatan,
bahwa wilayah pertemuan antara air laut dan air sungai itu adalah wilayah yang
cukup angker. Pernah dahulu ada jembatan gantung yang membentang di atasnya,
dan kemudian jembatan gantung itu terlepas dan menjatuhkan banyak korban, dan
konon barang siapa yang hanyut di sungai itu, ia tak akan di temukan meski
hanya jasad nya. Beruntung kami tak berenang di sana.
Dasar Jiwa Petualang.! Merasa semua hal layak
di coba.
SELAMAT
MESKI REM RUSAK
Minggu malam
kami lanjutkan berkeliling Kota Manna, yang kali ini rekan Bujang Bengkulu
Selatan ikut serta. Kami sempat di ajak ke taman di tengah kota yang minim
penerangan apalagi sarana layaknya sebuah public area. Kami juga di ceritakan
banyak kisah asal muasal daerah Kota Manna khususnya. Meski jalan jalan malam
tak selancar harapan karena hujan mulai menghampiri kami. Jadilah pembicaraan
ringan di rumah Rizal menjadi semacam forum kecil tanya jawab tentang
perkembangan organisasi Ikatan Bujang Gadis Bengkulu Selatan. Meski saya rasa
tidak optimal semoga di lain waktu hal tersebut akan terulang kembali. Malam
semakin larut. Keletihan terlihat dari wajah Rizal dan keluarga besar. Kami
pamit kembali ke Hotel untuk berkemas karena esok senin pagi akan melanjutkan
perjalanan kembali pulang ke Bandar Lampung.
Tepat pukul 06.00 waktu Kota Manna Bengkulu
Selatan kami telah bersiap menghadapi rute kembali ke Bandar Lampung. Ingin
rasanya berlama lama di Kota Manna. Ada banyak kisah yang telah terukir di sini
meski hanya 2 hari saja. Sebuah penerimaan baik dan hangat dari segenap keluarga
besar di Kota Manna.
Setelah berpamitan dengan keluarga Rizal dan di titipi kue khas dari
Irni – Istri Rizal kami memantapkan tekad untuk melajukan kendaraan kearah
pulang. Uniknya perjalanan pulang kali ini tidak terlalu membebani kami,
mengingat kami telah mengetahui medan yang kami lalui. Itu pula yang membuat
perjalanan pulang nampak cepat dari pada perjalanan datang kemarin. Rafindo
sebagai driver utama kali ini lebih sigap dalam membawa kendaraan karena telah
mengetahui rute.
Kami pula sempat beberapa kali berhenti,
khusus nya mengisi bahan bakar di Pom Bensin besar di Kota Manna. Selebihnya
kami berhenti di beberapa spot pantai yang indah seperti di Kota Karang –
Pugung – Pesisir Barat, dan di sepanjang Lemong yang menyajikan panorama Pantai
yang indah dan memukau. Kami pula berhenti di Pasar Krui untuk beristirahat
makan siang, ngopi dan shalat bersama – meminta keselamatan pada sang pencipta dalam
perjalanan nekad yang kami lakukan.
Keceriaan perjalanan pulang harus terusik
dengan kondisi rem mobil yang tidak berfungsi maksimal. Ketika memasuki Krui,
Rafindo telah mengingatkan bahwa kondisi rem tak lagi stabil. Dan hal tersebut
semakin parah ketika lepas Tanggamus dan memasuki Pringsewu, kami harus
‘merayap’ melakukan perjalanan penuh
hati hati dan tak bisa melaju kencang lagi. Nampak kanvas rem tak lagi
seirama, ini di tandai dengan bunyi derap yang tak lagi menyenangkan telinga.
Masuk kota Pringsewu hingga memasuki Bandar Lampung dan tiba di rumah, saya dan
teman teman harus berdo’a penuh sepanjang jalan agar selamat sampai tujuan.
Meski beragam rintangan terjadi, tetapi
perjalanan ini berlangsung sukses. Ibarat misi besar. Saya dan teman teman
berhasil menaklukan tantangan perjalanan yang tak ringan. Karena kami tak tahu
apapun berhubungan dengan perjalanan ini sebelumnya. Saya hanya bermodal nekad
mengajak teman teman yang berkenan ikut serta. Hanya bermodal keberanian lah
kami berhasil mengetahui rute yang sesungguhnya. Dan yang paling utama adalah
adanya dukungan do’a dari keluarga dan rekan rekan kami dan mental baja dari
setiap sosok yang terlibat. Karena perjalanan ini bukan perjalanan memasuki
ibukota yang gemerlap dan serba ada, tetapi perjalanan yang sederhana dengan
penuh keterbatasan dan permakluman dalam setiap rintangan.
Kami bisa, dan kami membuktikan bahwa niat
baik akan menghasilkan hal yang baik. Dan kekuatan personal dalam bertahan dan
berusaha adalah penentu kesuksesan.
Terima Kasih teman teman ; Kurnia, Gerardes,
Rafindo dan Beny yang berkenan menjadi partner saya dalam perjalanan ini.
Semoga kelak kita di beri kekuatan dan kesehatan untuk melakukan perjalanan
berikutnya. Bagi saya, melakukan trip
itu adalah selingan nikmat dan segar di sela kesibukan dan rutinitas. Traveling
adalah moment dimana saya bisa me-refresh diri untuk mendapatkan banyak
inspirasi dan belajar langsung dari alam ciptaan Tuhan, di sela kepadatan
mencari nafkah yang tak pernah ada habisnya. Work Hard itu Harus, tapi Play Hard juga Lebih Harus, sebagai bagian dari
menikmati hidup yang hanya sekali.