Friday, December 30, 2011

MENJELANG 2012.

Menjelang Tahun Baru, banyak yang orang orang lakukan untuk menandai pergantian tahun. Dan saya – masih seperti tahun lalu, berkutat dengan kesibukan akan pekerjaan tapi juga berkutat dalam beragam pemikiran.

Pemikiran yang kadang saya pun tak tahu sampai kapan saya sanggup memikirkannya sementara orang orang yang semestinya lebih layak memikirkan hal hal ini pada menghilang. Merapat dalam barisan aman masing masing. Dan saya masih tetap di sini, bukan untuk sebuah tujuan yang nyata sebenarnya. Melainkan untuk tujuan perjalanan hidup kedepan yang saya yakin akan ada ujungnya. Meski juga belum tahu kapan tapi setidaknya saya tahu kapan saya mesti memulai dan kapan saya mesti berhenti. Benar benar berhenti untuk sesaat – mungkin saja.

Seorang teman pernah berkata bahwa membuat Resolusi menjelang tahun mendatang adalah langkah kongkrit memulai hari baru di tahun baru. Tapi bagi saya. Resolusi itu selalu saya tulis dan gantungkan setiap malam menjelang tidur dan kemudian saya kalungkan pada kobaran semangat tatkala pagi menjelang. Dan begitu lah selalu setiap masa dalam kurun waktu dunia saya.

Saya tak pernah terlalu muluk dalam menargetkan sesuatu. Meski terkadang saya begitu ambisius untuk suatu hal, terlebih jika hal itu memang sesuatu yang saya sukai. Tapi tak mungkin itu bisa terjadi jika segala pendukung tak tertata laksana dengan baik dan di tempatnya.

Bagi saya. Cukuplah saya berdo’a, mengoreksi diri dan kemudian mencatat pembenahan dalam diri menjadi perhatian besar selain terus menerus belajar. Belajar mengatur diri dan emosi, belajar menentramkan jiwa raga di tengah kemelut jingga yang menggeliat suka suka diantara keindahan gerak jari jemari dan tatap muka. Dan entah kapan langkah ini terhenti. Karena semua nya telah terpatri dalam rel kereta yang tak berjeda.

Thursday, December 22, 2011

TEMA PEMILIHAN 2012

THE ICON OF MAGNIFICANT TREASSURE OF LAMPUNG


Bermula dari niat kumpul yang di gagas oleh Peter, akhirnya terjadilah perkumpulan kecil yang di hadiri oleh cukup banyak kepala kepala manusia beride cemerlang. Dan itu berlangsung pada Sabtu sore hingga malam. Tatkala beragam individu sedang mempersiapkan diri bermalam minggu. Kami – IMKOBAL crew berkumpul merencanakan beragam event dan next program dalam organisasi ini yang akan segera menjadi pemikiran can butuh tindakan cepat dalam waktu yang bisa di bilang cukup singkat.
Ada dua agenda penting yang jadi sorotan utama kami kala itu. Acara Rakornas ADWINDO ke 3 yang akan di gelar di Bandar Lampung, 23 – 26 Februari 2012 dimana IMKOBAL akan jadi EO Local untuk pelaksanaan dan pengemasan bentuk rangkaian acara secara keseluruhan. Lalu agenda yang tak kalah penting adalah pelaksanaan system Audisi dan Rangkaian Pemilihan hingga proses Karantina dan Malam Final Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung 2012 yang merupakan annual event dari IMKOBAL dalam membantu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setiap tahunnya. Dan ini adalah tahun ke tiga dimana IMKOBAL di beri kewenangan untuk menentukan standar pelaksanaan hingga standar penilaian yang di tetapkan per tahunnya.


Beragam masukan dan pendapat pun terjadi. Bahkan hal hal konyol khas IMKOBAL kerap mewarnai jalannya pertemuan sore nan tenang di sebuah cafĂ© pinggir jalan yang baru pertama kami tempati sebagai tempat meeting dadakan. Tapi sesuatu yang membuat saya dan kemudian diamini oleh rekan rekan lainnya adalah tatkala kami berembuk menentukan tema Pemilihan Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung tahun 2012. Bagi kami – IMKOBAL, tema yang di usung pertahunnya haruslah mewakili dari seluruh harapan penilaian per individu dalam proses pemilihan nantinya. Selain itu, Tema yang di usung pula yang akan me-representativekan sosok yang nantinya dapat mengemban tugas selama setahun kedepan.


Dan akhirnya, setelah melalui proses kutak katik kata dan gonta ganti kalimat, disepakatilah sebuah kalimat tema … “The Icon of Magnificent Treasures of Lampung”. Penetapan tema ini bukan sesuatu yang sembarangan. Melainkan sebuah filosofi yang IMKOBAL buat untuk mencari sosok yang mampu mengangkat beragam kekayaan Lampung dan termasuk di dalamnya remaja Bandar Lampung menjadi Icon atau sosok central dalam berkegiatan dengan penciptaan event event dan proses creative yang positive demi memajukan beragam kekayaan seni budaya dan juga pariwisata di Provinsi Lampung. Tak berlebihan kiranya kami – IMKOBAL menyoroti hal central dan sangat spesifik tersebut. Mengingat Ada banyak ragam kekayaan baik itu Seni, Budaya maupun Pariwisata di Provinsi Lampung secara keseluruhan. Dan tak berlebihan pula bagi kami – IMKOBAL untuk lebih men-generalkan diri dalam pemilihan tema dengan meluas ke kata ‘Lampung’ sebagai Provinsi secara keseluruhan meski kami – IMKOBAL dalah organisasi skup Kota Bandar Lampung, tapi kami – IMKOBAL dapat dengan lantang menyuarakan bahwa kami adalah organisasi pemuda yang aktif berperan penuh dalam penciptaan event yang kreatif, inovatif dan positive di Provinsi Lampung.


Dengan pendelegasian tugas dan tanggungjawab dari setiap individu yang hadir diharap dapat menjabarkan dua kegiatan besar yang akan IMKOBAL emban di tahun 2012 kelak. Dan ini sekali lagi adalah bukti nyata dari kata ‘Pemberdayaan’ yang sebenarnya. Bahwa bukti nyata dari dedikasi dan tanggungjawab mengemban gelar juara menjadi suatu keharusan untuk dapat loyalitas dan bukti nyata akan sebuah janji janji yang pernah terucap pada saat proses pemilihan berlangsung. Dan berbekal beragam pengalaman, tentunya IMKOBAL berharap akan menemukan sosok sosok baru di kemudian waktu yang kelak akan meneruskan langkah perjuangan generasi sebelumnya yang telah banyak berperan dalam hal proses tumbuh kembang kreativitas dan inovasi yang positive.


Terima Kasih buat teman teman yang telah datang dan terlibat langsung dalam pertemuan Santai Sore dengan nuansa baru yang kita ciptakan sebagai keluarga besar IMKOBAL.

Wednesday, December 21, 2011

PENETAPAN HARI AYAH

Sore hari ketika tiba di rumah, seperti biasa, Saya kerap di brondong oleh banyak pertanyaan dari para Junior saya. Si Abang – panggilan saying saya kepada putra sulung, langsung mencuat dengan sebuah pertanyaan yang cukup membuat Saya hilang rasa lelah. “ Ayah, di TV banyak berita kalau besok hari Ibu, trus Hari Ayah kapan , Yah..? tak berselang lama kemudian, si Koko – panggilan saying saya pada putra kedua kembali antusias dengan sebuah pertanyaan. “Gak adil amat Bunda punya Hari Ibu, Kok Ayah Gak ada Hari Ayah ?.”.

Di saat seperti itu, saya sangat paham akan tabiat 2 putra saya yang memang kritis akan banyak hal. Tidak hanya tentang Hari Ibu yang mereka pertanyakan. Beberapa waktu lalu juga si Abang bertanya mengapa Ayah banyak menghabiskan waktu di Luar rumah sedangkan Bunda banyak waktu di rumah, belum lagi si Koko – panggilan untuk Putra kedua saya yang sering bertanya Ayah kemana saja menghabiskan waktu selain waktu kerja utama?. Ada ada saja perilaku anak anak jaman sekarang.

Bicara tentang pertanyaan Hari Ayah.

Saya kemudian menjelaskan bahwa Hari Ibu itu di peringati sebagai tanda penghormatan untuk para Ibu yang telah bersusah payah memperjuangkan setiap umat manusia termasuk anak anak saya dan saya sendiri sejak dalam kandungan, lalu melalui proses melahirkan yang sangat rumit dan mempertaruhkan nyawa si Ibu sampai pada proses pemeliharaan dan menjaga asupan gizi hingga sampai merawat agar bisa tumbuh kembang dengan baik. Tentu, ketika saya menjelaskan akan beragam kalimat tersebut, saya melakukan banyak retorika dan contoh contoh kecil yang tujuannya agar apa yang saya maksud dapat di pahami oleh anak usia 6 tahun dan 4 tahun. Saya juga menjelaskan itulah mengapa semua umat di muka bumi harus patuh pada Ibu dahulu baru pada Ayah mereka karena Ibu berperan penting terhadap kelangsungan kelahiran sosok manusia ke muka bumi. Tanpa ada perantara rahim Ibu tentu seseorang tak akan dapat hadir di belantara dunia ini.

Lalu, perkara unik kemudian adalah ketika putra sulung saya – si Abang, menggagas boleh atau tidak jika mereka (Abang dan Koko) menggagas hari Ayah untuk keperluan mereka sendiri. Dan dengan segera saya menyetujui saran si Abang. Menurut saya, tak ada salahnya karena peringatan Hari Ibu memang di peringati pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya, tapi Bakti sebagai anak pada orang tua (Ibu dan Ayah) harus terjadi setiap hari, setiap saat dan sampai akhir hayat bahkan ketika telah tiada pun bakti anak harus terus menerus di alirkan melalui do’a do’a. Dan kemudian Abang dan koko mengusulkan untuk menetapkan tanggal 26 Januari setiap tahunnya akan mereka peringati sebagai Hari Ayah dengan ketentuan, bila Hari Ibu – Bunda mereka tidak akan melakukan memasak karena akan ada ritual makan di luar rumah, maka pada paringatan Hari Ayah pun harus ada perayaan makan makan yang biaya makan nya di tanggung oleh si Ayah dan jika mereka telah dewasa dan mampu menghasilkan uang maka meraka lah yang akan mentraktir Ibu pada Hari Ibu dan mentraktir Ayah pada hari Ayah.

Sungguh sebuah bahasan anak anak yang tidak begitu kekanak-kanakan. Saya tersenyum geli dan sesekali gemas melihat kelakuan dan cara bicara bujang bujang saya yang ternyata punya pemikiran di luar dugaan saya. Sangat menyenangkan bicara dengan anak kecil yang punya ide polos tapi berarti dalam. Bagi saya , bisa jadi keinginan Abang dan Koko kelak akan menjadikan kedekatan hubungan saya dengan mereka. Bisa jadi pula Hari Ayah yang mereka ciptakan sebagai bentuk Cinta dan Sayang mereka ke saya dan begitupun sebaliknya. Harapan saya mereka kelak tahu bahwa banyaknya kerja sampingan yang saya lakukan di luar jam kantor normalnya para pekerja adalah untuk memberikan sedikit dana lebih bagi kelangsungan hidup mereka yang di penuhi dengan nilai nominal yang tidak sedikit. Terlebih kelak mereka akan menempuh jalur pendidikan yang jangan hanya ala kadarnya seperti saya dan Bunda mereka. Tapi setidaknya Saya masih mampu meluangkan waktu berbincang dan meladeni permintaan mereka dengan sesekali mewujudkan keinginan mereka adalah sebagai bentuk perhatian saya di sela sela kesibukan saya yang cukup padat.

Thursday, December 15, 2011

LAMPUNG ;10 BESAR PDWI 2011.

Sebuah kesempatan besar bagi Provinsi Lampung untuk ikut berpartisipasi dalam ajang Pemilihan Duta Wisata Indonesia (PDWI) ke-6 di kota Palu – Sulawesi Tengah. Begitupun dengan saya dan team yang langsung dapat restu dari Pembina IMKOBAL (Ikatan Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung) – Bunda Hj. Eva Dwiana Herman HN, merasa senang ketika di tunjuk untuk mewakili Lampung melalui kesiapan Ledia Nurmalini dan Wira Kurniawan sebagai representative Provinsi Lampung secara keseluruhan.



Berangkatlah kami dengan segala keterbatasan dan kesingkatan persiapan yang kami bangun bersama menjadi sebuah team work. Saya, Ledia dan Wira - sebagai peserta, Saddam di bagian Perlengkapan dan Dokumentasi dan kak Adi sebagai Penata Rias Wajah dan Rambut dan Busana secara keseluruhan dalam setiap penampilan. Karena semuanya harus di kerjakan bersama kami pun banyak melakukan ‘akrobat’ dan menutupi kekurangan masing masing sehingga jadilah kesiapan singkat dengan segala serba singkat walau persiapan hasrat telah terjadi sejak 2 bulan sebelumnya.


6 Desember 2011, pukul satu siang waktu Palu, kami berlima tiba di Mutiara Airport dengan telah di sambut para Official Local yang dengan senyum manis dan menawan langsung melebur diri berakrab akrab ria bersama kami. Kehangatan sambutan dan kenyamanan tempat terus terasa selama di Palu. Kegiatan di awali dengan pembukaan acara secara resmi yang di lakukan oleh Wakil Gubernur dan juga Ketua Yayasan ADWINDO serta jajaran ADWINDO beserta kepanitiaannya. Selanjutnya maka yang terlihat adalah rangkaian acara padat, butir demi butir acara yang di lalui hingga sangat menyita perhatian penuh. Hanya yang punya mental kuat lah yang mampu melalui semua dengan segala kekuatan yang di miliki. Terlebih waktu istirahat peserta yang sangat minim hanya untuk mengejar kesempurnaan koreografi yang kerap berubah ubah pola di setiap sesi nya hingga para peserta kesulitan untuk mengikuti.
Hal selanjutnya tak kalah padat adalah beragam kunjungan dan aksi sosial yang juga di lakukan dalam masa karantina yang para peserta harus lalui. Belum lagi termasuk Pembekalan dan Pemahaman sebuah materi atau issue issue terkini melalui Seminar Nasional yang sangat bermanfaat bagi pengembangan kemampuan peserta secara general. Penampilan Malam Gelar Budaya yang menampilkan kemampuan / talent setiap pasang peserta per-Provinsi. Selain itu peserta juga wajib melalui sesi test tertulis dan interview yang merupakan syarat wajib penilaian untuk sisi brain. Dan tentunya adalah malam puncak yang memberi sentuhan klimaks bagi upaya setiap individu secara totalitas dan akumulatif sejak awal memasuki karantina hingga proses Grand Final tersebut.





Akhirnya terpilihlah pasangan dari Sumatera Utara sebagai Juara 1 dan Bali di urutan kedua serta urutan ke tiga pasangan dari Jawa Tengah. Serta ada rentetan gelar atribut lainnya. Lampung cukup puas berada dalam jajaran 10 besar terbaik dari 21 Provinsi yang berlaga. Sebuah kehormatan memang bagi Provinsi Lampung yang di wakili oleh IMKOBAL dalam keanggotaan ADWINDO di Provinsi Lampung. Dan ini bukan hanya sekedar upaya mudah. Ini adalah hasil maksimal sebagai pendatang baru yang masih ‘membaca medan pertempuran’ dan tentunya akan menjadi tolak ukur terhadap keikutsertaan di lain waktu kelak. InsyaAllah.


Meski begitu catatan penting juga perlu di perhatikan oleh individu dalam kepanitiaan. Padatnya jadwal peserta dengan pressure dan target yang di tetapkan khususnya dalam hal koreo sangatlah menyita kesehatan dan konsentrasi penuh peserta. Bisa jadi sang Koreografi hendaknya mampu menyadari bahwa para peserta bukanlah penari layaknya dirinya sendiri sehingga tak juga mungkin dapat di ajari gerakan gerakan sulit dalam waktu hanya beberapa hari. Bisa jadi mudah bagi sang Koreo tapi belum tentu mudah untuk di ikuti bagi si Peserta yang memiliki latar belakang beragam. Panitia hendaknya mempertimbangkan penuh kesehatan para peserta karena jangan sampai melihat beberapa peserta lunglai, kram, lebam, demam dan berdarah seusai acara jadi sebuah lelucon dan tontonan seru.

Selain itu pula pemisahan tempat karantina menjadikan team peserta secara personal tidak terlalu solid dan kompak. Selain itu tidak terlalu ketatnya dalam proses karantina menjadikan satu sama lain peserta tak begitu memahami rekan seangkatan dengan detail. Terlebih kedekatan kedekatan emosional peserta dan panitia yang bisa jadi mendatangkan pengaruh terhadap peniliaian, sehingga talent show yang gagal dan terjatuh ketika menari atau public speaking yang tersendat dan gugup sangat tak begitu di hiraukan panitia dan juri karena kedekatan tersebut. Selain itu perlu kiranya di perhatikan dengan seksama apa yang akan menjadi perhatian khusus para Duta Wisata ini setelah ajang berakhir. Apakah ada tindak lanjut yang harus mereka kerjakan baik di tingkat Provinsi mereka masing masing maupun di tingkat Nasional yang di lakukan secara bersinergi dan terus menerus sebagai bentuk dari janji janji manis semasa pemilihan berlangsung. Jangan – jangan setelah ajang berakhir lalu berakhir pula janji janji manis tersebut dan kembali ke Provinsi dengan system tutup buku tanpa memberi sumbangsih pada provinsi di mana mereka berasal dan atau kemudian malah jadi sosok yang jadi arogan dan angkuh. Karena selama acara berlangsung saya juga tak melihat dan upaya atau event nyata para alumni untuk memberikan sentuhan inovatif terhadap perubahan akan sebuah Seni, Budaya dan Pariwisata seperti yang di harapkan saat pemilihan. Bahkan saya juga tidak melihat adanya penampilan Pemenang Pertama dari ajang PDWI tahun 2010, - terlepas kesibukan mereka berpasang, tapi setidaknya sebagai sepasang yang mau menyerahkan tugas estafet semestinya harus hadir di malam puncak pemilihan. Saya juga melihat bahwa yang bekerja di ajang ini, yang jadi panitia - banting tulang dan bersusah payah, bukanlah para pemenang utama. Artinya si Pemenang bisa jadi hanya symbol kemenangan untuk kesempurnaan pemenuhan penilaian dengan basic 3 B (Brain, Beauty, Behavior), artinya ajang ini masih menitik beratkan pada kontes kecantikan semata, bukan pada pengabdian dan bukti nyata setelah ajang berakhir.