Saturday, July 30, 2011

SABAR KU TAK BERBATAS, BENARKAH ?

….Bersabarlah kau, Dan sesungguhnya Allah SWT akan bersama orang – orang yang Sabar.
Demikian kurang lebih penggalan kalimat yang kerap saya dengar ketika beragam pihak menghimbau untuk bersabar. Sama dengan ingatan saya pada almarhumah Mama yang selalu menganjurkan untuk bersabar dan terus bersabar akan segala apa yang belum tersampaikan dari beragam upaya yang di tunaikan ataupun bersabar terhadap beragam masalah yang hadir dalam tiap langkah kehidupan yang terbentang luas dan tak pernah ada batas pasti.
Seumpama dengan rangkaian kalimat bijak, begitu pula dengan segala yang kini terjadi. Saya masih ingat ketika remaja dulu, Saya – Seorang anak pertama dari enam bersaudara harus menahan diri dari godaan remaja seusia saya untuk membeli celana panjang cutbray yang sedang trend saat itu. Maklum, Saya tahu diri untuk itu. Mama adalah single parent dengan profesi Guru Sekolah Dasar pada sebuah Kelurahan kecil plus penjaja Beragam dagangan dan barang – barang kreditan yang terkadang harus menguras keringat sepulang mengajar hanya untuk menghidupi keenam anaknya. Dan karena dasar logis tersebutlah saya tak pernah berani untuk meminta sesuatu yang lebih yang bersifat konsumtif pada Mama. Apalagi hanya sekedar celana panjang bermodel cutbray. Dan saya pula cukup tahu diri akan posisi sebagai anak tertua. Ada lima saudara saya lainnya yang jauh lebih banyak membutuhkan biaya dari pada sekedar beli celana panjang cutbray baru. Tapi, berkat nilai sabar yang selalu di dengungkan oleh Mama, saya lama kelamaan bisa membeli celana cutbray baru dengan hasil hadiah uang tunai yang saya peroleh sebagai hadiah lomba menyanyi tingkat SMA kala itu. Meski karena ketidaksabaran jugalah yang akhirnya membuat celana cutbray impian saya tersebut robek pada pemakaian pertama dikarenakan pembelian barang palsu alias barang KW.
Begitulah kesabaran yang saya alami dan masih saya ingat sebagai kisah konyol ketika remaja dahulu. Dan makin beranjak dewasa, ada banyak kisah kesabaran yang saya alami dan banyak pula nilai kehidupan yang patut saya syukuri sebagai pembelajaran dari apa yang saya hadapi. Kesabaran untuk menanggapi beragam kritikan pedas, kesabaran untuk tidak terbawa pada pancingan emosi beberapa pihak yang candrung tak begitu sesuai fakta yang sebanarnya. Kesabaran untuk tidak meladeni ocehan dan cercaan aneh beberapa pihak yang memang berprofesi sebagai pengadu domba dan penyulut emosi tanpa pernah tahu masalah yang sebanarnya terjadi bahkan tak pernah ada karya nyata yang pasti selain hanya bisa berdandan dan tampil serasi dalam setiap acara bergengsi dengan sunggaran dan busana perlente karya rumah mode ternama meski semua itu memakai biaya orang tua yang juga masih bersusah payah menyokong penampilan superstar anak nya. Atau Kesabaran tingkat tinggi yang mengharuskan saya untuk terus menerus menahan emosi dari beragam sambaran emosional pihak pihak yang sensi dan sedikit banyak mencari arti dirinya sendiri yang lebih baik dari yang lain. Termasuk meladeni para petinggi petinggi yang merasa perlu di tinggikan meski sebenarnya tak perlu terancam ketinggian posisinya oleh diri yang tak seberapa ini. Plus kesabaran atas tuduhan bahwa Saya – Indra, menerima uang suap untuk sebuah kompetisi yang saya dan rekan rekan perjuangkan agar ‘bersih’ di banding kompetisi sejenis yang terkenal ‘kotor’ tapi berbalut ‘bersih’.
Saya. Indra – begitu Mama memanggil saya sejak kecil, sesuai dengan nama tengah saya. Adalah anak biasa, dari keluarga biasa, juga bukan orang berada. Mama dan Papa pun telah tiada. Tak ada pula keluarga yang berada, apalagi memiliki penyokong yang mampu memberikan benda benda ataupun segalanya pada saya. Tapi saya , Indra – punya kesabaran dan daya juang yang kuat untuk menahan kesabaran tersebut sampai tak lagi ada batas dan bahkan tak pernah berbatas (terkadang). Untuk hal – hal sepele terkadang saya tak pernah terlalu merisaukannya. Tapi tetap semua dalam pemikiran bahwa yang sepele bisa jadi tak sepele ketika kesabaran bukanlah hal yang utama. Entah dari mana saya mendapatkan ini. Entah siapa pula yang selalu menekan rem kesabaran pada kendaraan kehidupan saya, padahal Orang tua juga tak ada. Tapi bisa jadi karena arahan dan ‘hasutan’ baik almarhumah Mama lah yang membuat saya bisa menekan emosi ini jauh lebih dalam daripada harus menampakkannya di permukaan. Meski terkadang ada hal hal yang dapat dengan mudah saya tunjukkan. Misal, bahwa saya – Indra, adalah sosok yang mudah sekali terbawa arus sensi ketika mendengar lirik lagu yang sesuai dengan cerita hidup dan problema hati. Dan saya juga mudah sekali terhanyut oleh hal hal yang terkadang untuk ukuran pria lainnya itu biasa saja. Bahkan Saya , Indra – juga bisa dengan terang terangan menitikkan air mata ketika ada hal – hal yang dirasa memang perlu menitikkan air mata, dan itu sah sah saja sebenarnya. Tak ada yang salah. Karena almarhumah Mama pernah berkata tak ada yang salah dengan pria menangis, Karena menangis itu menunjukkan kepekaan selagi di sampaikan dengan porsi yang wajar. Dan lagi lagi Saya, Indra – juga harus mengatakan bahwa saat ini saya merindukan diri untuk jadi lebih sabar lagi. Sabar dengan cobaan yang makin hari makin kuat. Makin hari makin tak saya pahami akan sampai dimana semua ini bermuara. Dan semakin saya telusuri mengapa semuanya makin tak menjanjikan ujung yang menyenangkan. Harus bermanis meski sebanarnya pahit. Harus berkata ‘ya’ meski sebenarnya hati bilang ‘tidak’. Dan itulah Saya, Indra – yang lagi lagi harus berakrobat dengan beragam ketidaknyamanan yang terjadi dalam jalan hidup saya sendiri. Ada banyak hal yang tak jelas, entah hitam atau putih, dan bahkan banyak pihak yang dengan terang terangan mengumbar warna warna kusam dan cenderung abu abu kebiruan hingga memudarkan warna jingga yang sebenarnya.
Dan sampai di hari ini, Saya – Indra, masih terus berjuang men-Sabar-kan diri. Sabar dari segala hal – hal yang tak wajar. Sabar dari beragam anggapan miring beragam pihak yang kerap salah tafsir akan segala yang tertoreh dalam karya hidup saya.
Do’a kan Saya – Indra masih bisa terus bersabar hingga akhir waktu.